Menyelesaikan Olympic Distance di Bali Triathlon

Partisipasi saya pada Bali Sportel Triathlon 2024

Di penghujung bulan Desember tahun lalu, tiba-tiba melintas di timeline Instagram saya iklan Sportel Bali Triathlon. Kebetulan saat itu saya sedang menulis tulisan tahunan: Annual Sports Review.

Dalam tulisan tersebut saya berkontemplasi mengenai pencapaian dari resolusi olahraga tahun sebelumnya. Mengikuti Olympic Distance Triathlon menjadi salah satunya. Yang tidak kesampaian di tahun 2023.

Oleh karenanya, saat melihat iklan ini, saya langung mendaftar. Pesan tiket pesawat. Pesan hotel di Bali Intercontinenal Resort, yang sekaligus tempat event berlangsung. Melihat tanggalnya di akhir Februari, saya pikir masih sempat untuk latihan.

Maklum akhir-akhir ini saya jarang latihan. Terutama berenang.

Jadilah kemudian di bulan Januari dan Februari, hampir tiap minggu saya berenang. Berenang minimal 1.500 meter. Jarak yang disyaratkan Olympic Distance triathlon.

Latihan triathlon terakhir

Kalau lari dan bersepeda sih memang masih rutin saya lakukan. Walau untuk bersepeda lebih banyak di Zwift.

Tapi yang kembali saya tekuni adalah duathlon exercise. Yaitu berenang setelah itu berlari. Atau berenang setelah itu bersepeda. Memang belum sempat untuk lakukan latihan triathlon exercise dengan jarak Olympic Distance.

Paling pol adalah latihan terakhir. Minggu lalu. Berenang 1.500 meter dan dilanjutkan lari 10 km. Kenyataanya saya hanya “sanggup” menyelesaikan 8,2 km untuk lari. Rasanya lelah. Hingga sempat menimbulkan keraguan: did I push myself too much for this event? Walaupun sempat juga berpikir, adrenaline will push me on the day.

Dan ternyata memang yang terakhir yang benar.

Saat event kemarin di Sportel Bali Triathlon, that adrenaline did help me to reach the finish line. But not with usual scare at the beginning.

BIB check pada saat pengambilan race pack
Persiapan sepeda dan gears triathlon

Swim Leg: Kembali dilanda Anxiety Attack

Seperti pengalaman saya di Belitung Triathlon, saya kembali dilanda anxiety syndrome. Rasa deg-degan saat pertama menjalani Swim Leg. Berenang di laut lepas. Yang tentunya membawa risiko tenggelam.

Sesaat sebelum mulai start Triathlon
Suasana Pantai Jimbaran, lokasi Swim Leg

Di 100 meter pertama berenang, kembali saya merasa seperti kehabisan energi. Apalagi ombak laut Pantai Jimbaran saat itu terasa besar sekali. Saya pun hanya sempat berenang sesaat, lalu berhenti. Dada berdebar-debar. Otot terasa lemas. Hanya bisa untuk water trappen. Buoy 1 yang berjarak 250 meter dari pinggir pantai terasa sangat jauh dan mustahil dijangkau.

Kembali, sempat terlintas untuk membatalkan keikutsertaan. Ingat anak istri. Lebih cari selamat.

Saya melambaikan tangan ke arah Life Guard. Dihampiri sang Life Guard yang menaiki surfing board, saya mendadak mendapat tambahan energi. Tampaknya yang saya butuhkan adalah ketenangan. Kepastian untuk selamat.

Suasana saat mulainya Swim Leg

Melihat saya tidak keram, dan masih bisa berenang, sang Life Guard bertanya, “bisa lanjut nggak Pak?”

Saya jawab, “Mas, saya lanjutin, tapi boleh nggak dampingin sampai ke Buoy 1?”

Sang Life Guard mengangguk.

Lalu saya pun mencoba berenang. Walaupun awalnya masih pakai gaya dada. Berusaha melawan ombak dan arus namun sambil terus memastikan bahwa I’m moving forward. Perlahan tapi sampai.

Dan memang benar, setelah sampai ke Buoy 1, anxiety sudah hilang. Saya pun sudah mulai bisa menikmati berenang. Walaupun tetap saja, ombak yang cukup besar, membuat energi yang saya keluarkan pun lebih besar dari biasa. Sukar berenang dalam garis lurus. Tapi at least, saya sudah bisa berenang dengan gaya dada dan mencapai Buoy 2 lebih cepat.

Dari Buoy 2 ke Buoy 3, ombak besar yang tadinya menjadi penghambat justru kemudian jadi pendorong untuk berenang lebih cepat ke pantai.

Setelah menyelesaikan swim loop yang pertama

Saat saya kembali ke pantai untuk menyelesaikan swim loop yang pertama, saya mengintip jam saya. Ternyata baru 19 menit. Berarti masih within my time target yang saya perkirakan 45 menit untuk menyelesaikan 2 loop. Aman dari cut off time yang 1 jam.

With a renewed spirit, saya pun bisa menyelesaikan swim loop kedua dengan lebih lancar. Total waktu sekitar 39 menit saya selesaikan untuk 1,500 meter renang ini. Alhamdulillah. Leg paling berisiko sudah berlalu.

Bike Leg: Ramai Lancar

Selesai dengan swim leg, saya masuk ke area transition. Karena sudah berpengalaman dengan beberapa kali triathlon, sudah cukup lancar lah untuk transisi ke bike leg.

Saat dari area transisi menuju Bike Leg

Bike Leg di event kali ini berupa loop sepanjang 6 km. Melintasi Jalan Uluwatu dan Jalan Sunset Road. Harusnya Olympic Distance itu jaraknya 40 km. Namun mungkin karena keterbatasan rute dan jalanan yang bisa dijadikan arena lomba, membuat rute sepeda dipangkas menjadi 34 km lebih sedikit.

Ya, untuk bike leg, panitia sebetulnya sudah mengupayakan agar rute yang dilalui peserta ini steril dari kendaran bermotor. Namun memang kondisi pagi itu sedang ramai. Karena memang warga Bali sedang mempersiapkan untuk Hari Raya Galungan, yang jatuh beberapa hari lagi. Sehingga banyak pemakai jalan, khususnya pengendara motor, yang tidak sabar. Lalu membunyikan klakson gundah. Malah ada yang menerobos penghalang jalan dan masuk ke dalam lintasan lomba.

Untungnya itu tidak terlalu mengacaukan jalanan lomba. Secara keseluruhan bike leg berjalan lancar.

Memulai Bike Leg

Saya pun sambil memulihkan tenaga dari swim leg yang lumayan berat, merasa cukup comfortable mengayuh sepeda. Masih bisa maintain speed di sekitar 30 km per jam. Bahkan saat bertemu dengan dua pasangan yang “berpeloton”, saya bisa ikutan drafting dan menaikkan average speed sampai 33 km per jam. Sayangnya nggak sampai 2 lap saya bisa membuntuti mereka. Saya lihat karena salah satu dari mereka kelelahan, akhirnya mereka menurunkan speed sampai 25 kpj. Saya pun memutuskan untuk mendahului dan menyelesaikan bike leg lebih dulu.

Run Leg: Hilly Climbs

Akhirnya saya pun sampai ke tahapan terakhir lomba: Run Leg. Jauhnya 10,4 km.

Run Leg diawali dengan lari melintasi pantai Jimbaran yang cantik pemandangannya. Walaupun begitu, lari di pantai itu kan lebih berat daripada di aspal. Kaki yang sudah terasa lemas karena sisa-sisa tenaga, diperberat dengan benaman pasir di setiap jejakan. Untungnya hanya 700 meter sebelum kita dibelokkan menuju jalan aspal.

Berlari di pantai Jimbaran saat permulaan Run Leg

Tapi ternyata sampai di jalan aspal justru menghadapkan pada “siksaan” berikutnya. Jalanan langsung menanjak bukit. Cukup terjal dan panjang. Peserta yang di depan saya sudah banyak yang berjalan. Saya awalnya mencoba untuk berlari kecil sambil menunduk. Menghindari beban mental melihat ujung tanjakan yang masih jauh ujungnya. Tapi apa daya, tenaga memang sudah sisa-sisa, sehingga saya akhirnya ikut ganti cabor jadi jalan cepat.

Dua kilometer berlari, masalah muncul. Kaki saya menunjukkan gejala kram. Kalau biasanya betis yang kram, ini paha di atas lutut. Mungkin karena cukup intens dipakai untuk berenang dan mengayuh sepeda.

Elevasi Run Leg yang cukup “menyiksa” 😅

“This is not good. It’s a race stopper”, pikir saya kala itu.

Saya pun terpaksa tidak memaksa untuk berlari. Lebih berjalan. Kebetulan juga rute masih nanjak.

Alhamdulillah, ternyata di Water Station Km 2,5 saya diberitahu kalau ada Medic Station 100 meter dari situ. Saya pun melipir dan minta untuk disemprot penghilang nyeri otot. Setelah itu, tanda keram menghilang, saya sudah bisa melanjutkan lomba dengan berlari.

Saat 2 km menjelang garis finish

Namun karena memang rutenya berat (gila juga ni panitia, leg terakhir kok masih disiksa.. LOL), saya beberapa kali masih tetap berjalan. Sekali-sekali memaksa berlari. Tapi setelah kira-kira 1,5 km berlari, gejala keram kembali timbul. Bukan hanya paha, sekarang the usual suspect betis juga bermasalah. Gawat. Tapi untung saja di Km 5 kembali menemukan Medic Station. Panitia memang menyiapkan Medic dan Water Station di setiap 2,5 km. Saya tidak melewatkan setiap station ini untuk mendapatkan spray anti keram. Terbukti sukses menahan keram menjadi show stopper.

Menjelang Km 5, titik putar dari rute untuk kembali ke finish area, jalanannya banyak menurun. Saya somehow menemukan extra energy untuk mempercepat pace dan berlari dengan penuh semangat. Salah satu pemicunya saya melihat beberapa peserta yang sudah lebih dulu menyelesaikan swim dan bike leg “terseok-seok” di depan. Hanya bisa berjalan. Saya percepat pace lari, dan menyusul mereka.

Dan itu saya pertahankan sampai finish. Finish strong, begitu kata orang-orang.

Alhamdulillah selesai Olympic Distance triathlon

Epilogue

Alhamdulillah. Finally, saya dapat menyelesaikan Olympic Distance triathlon saya yang pertama dengan selamat. Menyelesaikan salah satu Sports Resolution saya di tahun 2024.

Dari sisi catatan waktu, tentu masih banyak area perbaikan yang bisa saya lakukan. Terutama di swim leg. If I can eliminate my anxiety at the start of the race, I think I would be much better off.

Foto di depan Race Course dengan finisher medal setelah finish

Tapi hey, paling tidak saya sudah membuktikan kalau saya bisa menyelesaikan tantangan ini. Ada perasaan sense of accomplishment yang meningkatkan kepercayaan diri. Ada perasaan riang gembira, saat bernyanyi keras-keras mengikuti lagu yang dilantunkan di earphone. Euphoric. Endorphin and adrenaline kicks in. Hal itu yang membuat kita ingin mengulangi.

Tapi mungkin tidak di waktu dekat. Saya akan lebih fokus mengikuti pesan Personal Trainer saya di gym untuk tidak terlalu forsir latihan cardio. Saatnya lebih prioritas meningkatkan muscle, sehingga Sports Resolution 2024 yang lain akan terpenuhi di tahun ini!

Special thanks to my son Rafif, who dedicatedly accompanied his dad and passionately took pics and videos of the event. Love you son!

Race Records

Swim Leg
Bike Leg
Run Leg

3 Comments Add yours

  1. Semua diselesaikan dg semangat yang luar biasa👍

    1. Ibenimages says:

      Alhamdulillah.. terima kasih apresiasinya

Leave a comment