Ke Jogja dengan Moda Transportasi Tidak Biasa

Naik Kereta Api dan Pesawat Turboprop ke Jogja

Biasanya saya kalau ke Jogja selalu pakai moda transportasi traveller pada umumnya: naik pesawat ke New Yogyakarta International Airport.

Ya walaupun kalau sekarang ke Jogja turun di NYIA ini pe er. Karena jarak bandara yang jauh dari pusat kota. 1.5 jam naik mobil. Atau kalau mau cepat (dan sering saya gunakan), adalah naik kereta bandara. Cuman 40 menit ke Stasiun Tugu.

Namun dalam trip kemarin saya tidak bisa menggunakan moda transportasi yang biasa. Karena saya ada agenda mengajar di salah satu sesi milik UGM di hari Jumat jam 8 pagi. Sedangkan hari Kamisnya, masih ada agenda acara kantor yang saya hadiri sampai jam 7 malam. Lokasinya di Bogor lagi.

Jadi satu-satunya moda transportasi yang memungkinkan adalah Kereta Api. Ya naik mobil sih bisa ya. Atau bis. But that’s not my choice, as I’m hearing lately that taking train is getting better these days.

Pergi Naik Kereta Api Taksaka Luxury

Saya pun jadi melihat-lihat opsi Kereta Api yang ada. Dari kelas Eksekutif sampai Luxury dan Compartment.

Karena besoknya harus mengajar, dan trip ini transportasi ditanggung pihak UGM, maka saya memilih untuk naik kereta Eksekutif kelas Luxury. Tepatnya KA Taksaka Luxury. Agar bisa tidur dan istirahat di kereta.

Kereta ini berangkat dari Gambir jam 21.40, dan diperkirakan sampai di Jogja jam 04.00 pagi. Waktu dan durasi perjalanan yang pas untuk keperluan saya. Dan kalau lihat fotonya dengan reclining seat yang mirip seperti business class di pesawat.

Saya sudah sampai di Gambir pukul 20.00. Setelah makan malam si salah satu restoran masih ada waktu 1 jam lebih untuk menunggu kereta berangkat. Untungnya sebagai penumpang kelas Luxury, ada akses ke Lounge milik KAI. Dengan sofa empuk dan menyediakan kopi gratis.

Suasana Lounge KAI di Gambir

Cocok ini. Apalagi saya memang butuh waktu untuk me-refresh bahan ajar. Dengan secangkir kopi hitam, waktu satu jam di Lounge jadi sangat bermanfaat.

Kereta kemudian berangkat tepat pukul 21.40. Saya duduk di tempat duduk solo di sisi jendela. Di kelas Luxury ini memang konfigurasi barisnya 1-2. Untung lah saya dapat yang sendirian.

Kursi memang mirip dengan kursi di business class pesawat. Bisa direbahkan, dan foot rest bisa diatur untuk kita bisa duduk santai. Banyak colokan USB untuk charging handphone. Disediakan air mineral dan selimut.

Kursi Taksaka Luxury

Hanya saja, kursi saya rasa kurang empuk dan nyaman, apabila dibanding kursi pesawat bisnis di pesawat. Dan juga layar multimedia yang berada di balik kursi penumpang di depan saya terasa hanya basa basi. Pertama ukurannya agak kecil. Jadi kalau kita recline seat kita, sepertinya susah untuk menikmati tontonan yang ada di layar. Dan ternyata saat saya mencoba untuk memutar tontonan, tidak berhasil. Entah kenapa. Dan saya lihat sekeliling memang tidak ada yang menonton. So I think it’s a bit useless feature.

Untungnya saya bawa iPad, yang jauh lebih bermanfaat untuk mengisi waktu. Mulai dari membaca buku, menonton Netflix atau browsing internet.

Oh iya, mengenai internet, Wifi juga sepertinya tidak tersedia. Saya sempat mencari saat di Stasiun dan tidak dapat menemukan koneksi wifi selain milik stasiun. Setelah itu sih saya tidak mencoba.

Anyway, saat kereta berjalan, saya melupakan mengenai internet. Karena sudah mengantuk, dan ingin tidur.

Tapi ternyata cukup masalah juga duduk di reclining seat ini. Mungkin karena saya agak tinggi, sehingga kaki saya tidak dapat ditampung penuh di foot rest. Kepentok kursi di depan saya. Sehingga cukup pegal kalau harus ditekuk. Akhirnya, foot rest saya turunkan, dan dengan kaki saya menjuntai di bawah, terasa lebih nyaman, dan saya akhirnya bisa tidur.

Walau tidak terlalu nyaman, karena selimut yang didapat ukurannya kurang besar. Kurang bisa untuk menutupi dari bahu sampai kaki. Sekali lagi, saya membandingkan dengan selimut di business class pesawat yang hangat, lembut dan besar.

But in the end, as transportation method, it does the job. Terasa aman naik kereta tanpa takut karena turbulence atau tabrakan. Toilet pun bersih dan wangi. Mungkin masalah saya saja sehingga kurang nyaman tidur. Tetap bisa tidur sih sebetulnya, walau terbangun-bangun. Saya pun sampai di Jogja tepat pukul 4.00 pagi. Dan cukup segar untuk mengajar di pukul 8 pagi.

Toilet yang bersih dan nyaman

Oh ya nilai plus nya lagi, adalah lokasi Stasiun Tugu yang di pusat kota. Kalau nanti rumah saya yang di Jogja sudah jadi, sepertinya naik kereta lebih enak dan nyaman. Karena sudah tinggal naik taksi online atau bahkan becak bisa sampai ke rumah.

Oke itu saat pergi. Fast forward, saya mau ceritakan moda transportasi saat pulang.

Pulang Naik Citilink ATR

Karena ada cara halal bihalal di rumah mertua di Minggu pagi, saya memilih untuk naik pesawat dari Adisutjipto airport. Yang mendarat di Halim. Lebih dekat ke lokasi. Baik dari hotel di Jogja, ataupun dari lokasi rumah mertua saya.

Ya, sejak NYIA menjadi bandara utama Jogja, Adi Sutjipto hanya diisi oleh penerbangan pesawat untuk business traveller menggunakan pesawat baling-baling. Walaupun baling-baling, harganya relatif lebih mahal. Mungkin karena frekuensinya yang tidak sebanyak di NYIA, dan lokasinya yang dekat kota memang seperti layak diganjar harga premium.

Saya pulang ke Jakarta naik Citilink dengan pesawat berjenis ATR 72-600. Yang bermesin turbo propeler, dan mungkin hanya berisi sekitar 50-60 orang.

Citilink ATR 72-600

Karena pesawat ukuran kecil, saya juga baru sadar kalau bawaan penumpang dibatasi secara lebih ketat. Tas jinjing hanya diperbolehkan satu, dan beratnya tidak boleh lebih dari 7 kg. Bagasi pun allowance nya hanya 10 kg. Alhasil, saya yang harus membagasikan tas koper kecil saya, harus membayar Rp 350.000 karena overweight 7 kilo! Sial.

Tapi saat pesawat kemudian mengudara, membayar uang sebanyak itu jadi terlupa.

Suasana kabin pesawat Citilink ATR 72-600

Karena pesawat ini terbang dengan altitude yang relatif lebih rendah daripada pesawat jet Boeing 737 atau Airbus 320 yang biasa kita naiki. Tidak di atas awan. Sehingga pada saat di udara, saya bisa menikmati pemandangan landscape pulau Jawa yang indah.

Gunung Merapi, Merbabu terasa dekat. Begitu pula Gunung Sindoro dan Sumbing yang kita lewati. Atap genteng dan jalan berkilap bisa disaksikan dengan leluasa. Sesuatu yang agak susah kita lihat karena ketinggian pesawat jet seperti biasanya. Dan juga karena tertutup lapisan awal karena jet terbang di atasnya. Coba saksikan di short video Youtube saya di akhir tulisan ini.

Juga mungkin karena saya terbang pagi-pagi sekali, sehingga kondisi cuaca masih sangat cerah. Pesawat terbang mulus, tanpa turbulence. Dalam waktu 1 jam lebih sedikit, Citilink saya sudah mendarat di airport Halim Perdana Kusuma dengan selamat.

Alhamdulillah, pengalaman moda transportasi yang tidak biasa, namun ternyata memberikan pengalaman yang menyenangkan.

Video naik Citilink ATT 72-600 JOG-HLP

Leave a comment