
Sudah menjadi faham awam, kalau jadi fans Timnas Inggris itu selalu akrab dengan kekecewaan. Kekecewaan yang berakar dari fungsi ekspektasi yang terlalu tinggi, namun tidak dibarengi dengan keberhasilan.
Belum lagi slogan “Football is Coming Home” yang malah kini jadi olok-olok. Slogan yang berawal di tahun 1996, saat Inggris menjadi tuan rumah Piala Eropa 1996. Nama-nama besar seperti Shearer, Gascoigne, Tony Adams seperti menjadi jaminan untuk menang di kandang sendiri.
Dan memang hampir berhasil. Kalau saja Inggris tidak gugur di semifinal lawan musuh abadi, Jerman. Lewat drama adu penalti.
Ironisnya, saat itu yang kerap dicap biang kegagalan dalam adu penalty, tidak lain adalah Gareth Southgate. Pelatih Three Lions saat ini.
Dan hari minggu besok, Southgate berpeluang menjadi pelatih Timnas Inggris tersukses sepanjang masa, apabila berhasil membawa Harry Kane dan kawan-kawan menjuarai Piala Eropa.
Berprestasi, namun Dikritik
Dikecam banyak pundit sepakbola, karena dianggap tidak bisa meramu talenta melimpah di Inggris menjadi tim sepakbola yang bermain menarik, faktanya di bawah Southgate Timnas Inggris justru lebih berprestasi.
Semi Final Piala Dunia 2018. Runner Up Piala Eropa 2021. Perempat final Piala Dunia 2022. Dan kini kembali ke final Piala Eropa secara back-to-back.

Sebagai fans timnas Inggris sejak tahun 90-an, ini adalah deretan prestasi yang dulu mungkin tak terbayangkan. Secara Inggris seringkali mentok di babak perempat final, dan bahkan gugur di babak lebih awal. Tak peduli telah dipelatih mentereng seperti Fabio Capello, Sven Goran Eriksson sekalipun.
Pundit yang mengkritisi banyak yang menganggap kalau Southgate bukan lah pelatih elite. Tidak punya skema taktik yang jelas. Dia hanya diuntungkan dengan talenta pemain muda Inggris yang melimpah dan berprestasi saat ini.
Kontra Argumen untuk Southgate
Tapi saya punya dua kontra argumen mengenai hal ini.
Yang pertama, di akhir dan awal tahun 2000an, bukan kah Inggris juga memiliki kumpulan pemain “Golden Generation”? Beckham, Owen, Scholes, Lampard, Gerrard – pemain-pemain kelas dunia yang sukses di level klubnya. Tapi kenapa pelatih sebelumnya, yang notabene memiliki nama besar, jagoan taktik, juga tidak bisa membawa mereka menjadi Juara? Bahkan untuk menjadi Finalis pun tidak pernah.
Apa mungkin memang memimpin Timnas Inggris ini kemampuan merumus taktik adalah kriteria nomor sekian? Yang lebih dibutuhkan adalah kemampuan man management. Untuk memilih pemain yang tepat dan mempertahankan motivasi serta kultur kebersamaan di dalam tim. Dan juga untuk menghadapi fans Inggris yang kadang “over critical” dan media Inggris yang terkenal “buas”, dibutuhkan figur manajer yang juga elegant statesmen. Hal yang menjadi kekuatan Southgate.
Asal tahu saja, Southgate bukan anak dari kalangan working class seperti kebanyakan pemain Inggris. Dia anak dari eksekutif di IBM global company, yang sedikit banyak berpengaruh pada his upbringing and intelligence.

Yang kedua, melimpahnya talenta pemain Inggris ini tidak lepas juga dari campur tangan Southgate. Banyak yang tidak tahu kalau Southgate sebelumnya adalah Head of Elite Development di FA (PSSI nya Inggris). Di tahun 2011 Southgate menyerukan perombakan pengembangan pelatihan sepakbola remaja. Salah satunya adalah melarang format kesebelasan (11 vs 11) dalam pertandingan di bawah umur 13 tahun. Premisnya adalah dengan bermain dalam tim lebih kecil, para talenta muda sepakbola akan lebih mampu mengembangkan ketrampilan sepakbolanya. Karena waktu mereka “on the ball” lebih banyak. Sehingga kemungkinan Inggris melahirkan pemain-pemain dengan skill luar biasa seperti Messi, Iniesta dan Xavi, (yang memang menjadi referensi Southgate saat itu) akan lebih besar.
Saat itu program jangka panjang ini diharapkan baru terlihat hasilnya 10-15 tahun kemudian. Yang berarti tahun 2021-2026. Ya saat-saat sekarang ini.
Oleh karenanya, bukan kebetulan kalau di 5 tahun terakhir ini, Inggris memang mendapatkan limpahan talenta kelas dunia yang luar biasa. Phil Foden, pemain terbaik Premier League. Jude Bellingham, pemain terbaik La Liga. Cole Palmer, sendirian menggendong Chelsea naik ke papan atas. Dan kemudian Kobbie Mainoo, anak 19 tahun yang sudah memiliki kedewasaan bermain di lapangan tengah dari Manchester United.
Tambahan lagi, masih berkaitan dengan Youth Football, Southgate sebelum menukangi Timnas Senior, adalah pelatih Timnas Inggris U-21 di tahun 2013-2016. Jadi beberapa pemain yang kini menjadi tulang punggung Three Lions seperti Jordan Pickford, John Stones dan Harry Kane adalah nama-nama yang sudah lama menjadi kepercayaan Southgate di Timnas U-21.
Southgate Deserves More Credit
So my point is, Southgate deserves more credit. His finger print on the success of current generation of Three Lions team is everywhere. Termasuk pilihan taktiknya yang cenderung lebih “bermain aman walau membosankan”, ketimbang “atraktif tapi kalahan” terbukti ampuh selama ini.
Tapi yang agak membedakan dari Southgate di perhelatan Piala Eropa 2021 sebelumnya adalah ia kini lebih berani mengambil risiko dengan keluar dari pakem yang dipercayainya.
As loyalist, dia kerap kekeuh dengan pilihan formasinya. Atau cenderung terus memainkan pemain kepercayaannya, walaupun performanya lagi menurun.
Tapi di turnamen Piala Eropa ini, Southgate berani bereksperimen dan merubah taktik. Eksperimen menjadi TAA sebagai pemain tengah yang gagal, diganti dengan memainkan si anak ajaib Mainoo. Formasi yang sebelumnya 4-4-2, dirubah menjadi sistem Wing Back yang membuat Inggris lebih mampu menyerang dari sayap. Dan soal personil pemain pun, ia berani mengganti sang kapten, dan top scorer Timnas Inggris Harry Kane di pertandingan perempat final dan semi final kemarin.
Dan ternyata, pergantian pemain tersebut menjadi penentu kemenangan Inggris terhadap Belanda di semifinal Euro 2024. Ollie Watkins yang menggantikan Kane, berhasil mencetak gol kemenangan di menit terakhir. Dan untuk pertama kalinya, tim Inggris mencatat sejarah masuk ke final major tournament di luar kandangnya sendiri.
Kini, hanya Spanyol yang dapat menghalangi Southgate dan tim Inggris besutannya mencatat sejarah lebih jauh: Sebagai Timnas Inggris pertama yang meraih Piala Eropa. Yang pertama kali meraih Piala setelah tahun 1966. Dan yang membuktikan kalau “Football is Coming Home” betul-betul kejadian.
In Gerbang Selatan, we trust.
