Linkin Park Live in Jakarta 2025 Concert Experience

Linkin Park Live in Stadion Madya Jakarta February 2025

“Oom umur berapa?”, tanya Hakim, anak teman saya. Yang dititipi barengan nonton dengan saya oleh orang tuanya.

“Lima puluh satu”

“Oh berarti lebih tua daripada personil Linkin Park ya?”

Hehe sialan.

Bukan Era Musik Saya

Tapi pertanyaan dan pernyataan Hakim itu bersemayam di kepala. Bukan karena memang benar. Bukan karena saya sadar sudah tua. Tapi semacam menjadi jawaban kepada saya, kenapa kok saya tidak tahu semua lagu Linkin Park. Atau tidak mengenal nama personil mereka, kecuali Mike Shinoda dan Emily Armstrong. Tidak seperti yang sudah-sudah kalau saya nonton konsernya Dream Theater, Extreme atau Judas Priest.

Ya, saat Linkin Park merilis debut album fenomenal mereka, “Hybrid Theory”, saya sudah kerja. Sudah jadi Bapak-bapak malah dengan anak satu.

Saya dan Hakim di depan gerbang konser

Jadi waktu dan atensi mendengarkan lagu tentu jauh berbeda dengan saat masih sekolah atau remaja. Coba tanya saja ke saya setiap lagu dan nama personil band-band kondang era hair band dan 80an. Hafal luar kepala.

Jadi kesimpulannya memang Linkin Park ini bukan band era saya. Bahkan sejujurnya, dari katalog album Linkin Park, hanya album Hybrid Theory yang saya dengarkan utuh. Album selanjutnya, saya hanya dengar lagu-lagu hits-nya. Seperti “Numb”, “New Divide”, atau “Somewhere I Belong”. Dan sempat tidak terlalu mengikuti band ini. Kabar vokalisnya Chester meninggal pun, tidak terlalu saya ratapi.

Kembali Jadi Fans

Tapi hal tersebut berubah saat saya melihat di social media mengenai lagu baru mereka. “The Emptiness Machine” dari album “From Zero” yang dirilis tahun 2024 kemarin. Posisi Chester kini digantikan oleh Emily Armstrong, vokalis wanita ex group band Dead Sara.

Jujur, saat pertama mendengar kabar Linkin Park beralih ke vokalis wanita, saya lebih banyak ragunya. Dari dulu stigma kalau rock band vokalisnya kudu cowok masih menancap. Apalagi yang digantikan adalah Chester Bennington. Vokalis dengan suara (dan geraman) yang ikonik.

Emily Armstrong di penghujung konser

Siapa sangka, saya langsung jatuh hati saat pertama mendengar suara Emily di lagu baru tersebut. Walaupun wanita, Emily memiliki vokal yang serak dan gahar. Selain range vokal yang lebar, Emily juga bisa mengeluarkan geraman (growl) nya dijamin tidak kalah dengan vokalis pria. Ya memang seperti banyak orang bilang, nothing can replace the original. Tapi menurut saya, Emily is really proper heir to Chester’s throne.

Dan juga dari sisi lagu, “Emptiness Machine” ini asyik banget. Fast beat dengan chorus yang memorable. Mengingatkan pada Linkin Park di era Hybrid Theory dan Meteora. Apalagi kemudian singel berikutnya yang dirilis “Heavy is the Crown” juga tidak kalah bagus. “From Zero” menjadi album Linkin Park kedua yang saya dengarkan komplit setelah “Hybrid Theory”.

Karena cuman intensely listening di dua album,, mungkin ada sekitar 30% lagu yang dibawakan saya tidak familiar. Istilahnya mungkin deep cuts. Hanya fans berat yang tahu. Saya jadi tersenyum-senyum sendiri. Karena biasanya di konser-konser yang saya datangi, saya selalu ikut menyanyikan setiap lirik lagunya. Kali ini saya hanya bisa ikut berjingkrak mengikuti beat sambil menyaksikan penonton sekitar saya, yang tentunya lebih muda dari saya, dengan fasih bernyanyi bersama.

Konser Kelas Dunia

Tapi tidak menjadi masalah. Karena konser kemarin betul-betul konser kelas dunia. Dari sisi sound, penataan audio visual dan tata panggung, saya kira tidak ada cela. Mike Shinoda dan kawan-kawan pun tampil dengan energi penuh. Saya sampai kagum bagaimana cara Emily mempertahankan vokalnya padahal hampir tiga malam sekali dia harus teriak-teriak seperti itu.

Sebelum konser memang sempat turun hujan. Gerimis. Namun untungnya area tempat penyelenggaraan di Stadion Madya cukup kondusif. Ada tempat berteduh di emperan stadion. Kondisi rumput di lapangan track pun tidak berlumpur. Di dalam arena pertunjukan pun dilapisi platform plastik yang walau habis hujan, tidak kotor ataupun becek.

Suasana antrian sebelum mulai konser

Terus terang harga tiket untuk pertunjukan ini cukup mahal. Saya berada di kategori Pink, yang merupakan kategori termahal kedua, harus merogoh kocek 3 juta rupiah. Tiket termurah bagian standing paling belakang dihargai 1.250.000.

Mahalnya tiket ini membuat saya sempat khawatir kalau konsernya sepi. Namun ternyata hal tersebut tidak beralasan. Ribuan penonton datang memenuhi Stadion Madya Senayan. Bahkan saya menemui di sekeliling saya banyak fans yang datang dari negara sekitar seperti Australia, India dan Singapura. Maklum, karena di Asia, Linkin Park hanya menggelar konser di Jepang dan Jakarta dalam rangkaian World Tour mereka kali ini.

Ramainya penonton membuat area sebelum konser dipenuhi antrian panjang. Mulai dari antrian untuk sholat, makan, merchandise ataupun toilet. Tapi antriannya tertib. Begitu juga saat masuk ke arena pertunjukan. Tidak ada desak-desakan atau saling dorong. Mungkin juga karena profil penontonnya terseleksi dengan harga tiket.

Suasana saat konser

In the end, ribuan fans Linkin Park, baik fans berat, ataupun fans musiman seperti saya, semua terlihat menikmati suguhan band asal Los Angeles ini. Total 21 lagu dinyanyikan selama 2 jam lebih. Set list yang ditampilkan memenuhi harapan. Penampilan personil yang prima. Dan tata suara dan lampu yang menawan.

Sebuah suguhan konser dunia dari band yang kembali berada di puncak popularitasnya. Thank you Linkin Park!

Rekaman saya saat konser. Lagu “In The End”
Rekaman saya saat konser. Lagu: “Two Faced”

Leave a comment