Malioboro Run di Jogja yang Istimewa

Suasana di Malioboro Run

Akhir minggu ini saya dan Elok mengikuti event Malioboro Run 2025 di Jogja.

Elok yang sudah absen mengikuti event lari lebih dari setahun karena cedera lutut, tiba-tiba mengabari kalau dia sudah membeli tiket Malioboro Run untuk jarak 5 km. Dan dia mengajak saja beberapa bulan lalu.

Karena tidak terencana, ternyata tiket untuk kategori 10K dan HM sudah habis. Jalur yang tersedia hanya melalui program “Save & Run” di BPD DIY. Jadilah saya kemudian mengikuti lomba lari 10K dengan melakukan penempatan dana 5 juta rupiah selama 6 bulan. Gakpapa deh.

Salah satu motivasi saya juga mengikuti event lari ini, karena ini juga menjadi kesempatan buat saya dan Elok untuk menilik progress pembangunan rumah kami di Langensuryo. Khusus buat Elok, ini kali pertama dia melihat calon rumah kita saat pensiun kelak di Jogja.

Waktu Start yang Nyaman

Kami menginap di Novotel Suites, hotel yang terletak di belakang Jalan Malioboro. Hanya sekitar 200 meter dari lokasi Start. Sangat convenient. Apalagi start juga relatif “siang” dibandingkan dengan waktu sholat Subuh di Jogja. Subuh di Jogja mulai di jam 04.05, sedangkan start untuk kategori 10K di jam 05.15.

Sesaat setelah Start 10K

Jadi kami pun tidak perlu tergesa-gesa seperti halnya mengikuti lomba di kota lain. Apalagi pengalaman kami terakhir di Bali Marathon.

Pukul 05.05 saya sudah siap di garis Start. Sedangkan Elok baru akan memulai lombanya di pukul 05.30.

Pukul 05.15 tepat, rombongan pelari 10K diberangkatkan. Saya yang memang tidak berambisi apa-apa untuk lomba ini, berlari sambil membawa kamera InstaOne360 X5 saya dengan selfie stick. Berbekal dari pengalaman saat lari di Perth beberapa bulan yang lalu, secara dokumentasi video dan foto aman dengan model seperti ini. Gadget yang tidak terlalu berat tidak menyulitkan saya untuk membawa sambil berlari. Yah sama kalau kita bawa botol minum lah. Dan dengan lensa 360-nya saya tidak perlu kuatir kalau saya tidak in frame. Dengan post-processing di aplikasinya, saya pasti bisa mengambil foto saya saat berlari.

Lomba yang Menyenangkan

Jalannya lomba Malioboro Run ini menurut saya cukup menyenangkan. Jalurnya memang tidak steril. Tapi sikap kooperatif pengguna jalan lain jadi memudahkan para pelari untuk lari tanpa gangguan. Jalurnya pun menarik. Dimulai dari jalan Malioboro, menuju ke areal Kraton Jogjakarta. Termasuk melewati Alun-alun Kidul dekat rumah Langensuryo, dan menyusuri salah satu sisi Benteng Kraton yang baru saja direvitalisasi. Sungguh jalur lari yang menyenangkan, apalagi membayangkan kalau ini adalah jalur lari yang akan kami akrabi bila Rumah Langensuryo sudah jadi.

Lari menyusuri Jeron Beteng Kraton

Panitia cukup sigap menghadirkan road marshall yang cukup banyak untuk membagi jalanan antara pelari lomba dan kendaraan yang melintas. Water Station walaupun baru ada di Km 3, namun selanjutnya sudah cukup tersedia di setiap 2 km. Dan cheering squad yang melibatkan warga setempat juga cukup membuat kita terhibur dan bersemangat sepanjang jalan.

Dengan cheering squad dengan latar belakang Pojok Beteng

Untuk kategori 10K, jalur lari diteruskan menuju Kota Baru, untuk kemudian menyusuri Jalan Sudirman, Tugu, dan lalu ke arah Pangeran Mangkubumi. Dari sini, garis finish hanya tinggal menyisakan 1.5 km lagi.

Nggak lari di Jogja kalau nggak lewat Tugu

Terus terang, kondisi saya sedang tidak terlalu siap untuk lomba. Karena jarang latihan, susah mempertahankan pace di bawah 6:30. Saya pun harus sering berhenti untuk mengambil nafas di water station. Tapi tak apalah, toh tidak berambisi mencari rekor apa-apa. Meskipun demikian saya bisa memaksakan 1.5 km terakhir berlari dengan pace yang lumayan kencang.

Di Jalan Malioboro ratusan meter sebelum finish

Akhirnya memang lomba ini menyisakan pengalaman yang menyenangkan. Organisasi yang rapi, jalur yang menarik, dan suasanya kota Jogja yang istimewa membuat kami bertekad untuk kembali mengikuti lomba yang sama di tahun depan. Apalagi mungkin sudah bisa memulai hari dari rumah sendiri. Insya Allah!

Seusai finish, makan di angkringan. Khas Jogja!

Leave a comment