Tangis Pecah di Dinding Kabah

Pasukan yang berhasil menyentuh dinding Kabah

Sejak sore ribuan jemaah haji berbondong-bondong memasuki halaman Masjidil Haram.

Kabarnya memang sudah mulai terjadi pergerakan dari jemaah haji kloter awal yang berada di Madinah untuk ke Mekkah. Mendekati puncak hari ibadah Idul Adha.

Dampaknya Masjidil Haram semakin penuh sesak. Lautan manusia memenuhi pelataran masjid. Apalagi di tengah pusaran kabah.

Hal itu sempat membuat saya ragu. Karena malam ini, salah satu Ustad rombongan kami mengajak untuk thawaf sunnah. Sekaligus mencari kesempatan untuk menyentuh Kabah. Berdoa di dinding Multazam. Yang dalam ajaran Islam adalah salah satu tempat paling makbul untuk berdoa.

Apalagi dengar cerita grup sebelumnya yang berhasil pada malam kemarin. Tapi malam kemarin beda situasi dengan malam ini. Yang jemaah nya sudah jauh lebih banyak.

Tapi berbekal niat yang kuat, dan kekompakan kelompok, kita maju terus.

Grup Bis 2 sebelum berangkat Thawaf dari Hotel

Jam menunjukkan pukul 22.15 saat kita bergerak meninggalkan hotel memasuki Gerbang 79.

Kekuatiran saya terbukti saat melihat halaman Kabah. Jemaah yang sedang Thawaf jumlahnya banyak sekali. Kembali tebersit pikiran, “ah gak bakal bisa mendekat ke Kabah ini mah”

Tapi toh kita jalan terus. Kan niatnya Thawaf Sunnah. Bisa mendekat bahkan menyentuh Kabah is a bonus.

Putaran demi putaran thawaf kita lalui. Dipandu Ustad Rahmat Syukur yang berpengalaman, kelompok kita disiplin menjaga formasi. Para suami di pinggir kanan kiri. Istri-istri di dalam. Di pagar betis dari dorongan, terpaan ribuan jemaah yang mohon maaf, kadang kurang memperhatikan kondisi jemaah yang lain. Saling dorong, saling sikut hal biasa. Tapi Alhamdulillahnya tanpa emosi yang berlebihan. Karena tahu niat kita sama. Thawaf lillahi ta’ala. Karena Allah.

Bismillahi Allahu Akbar!”, demikian ucapan kita saat istilam di Rukun Yamani dan Hajar Aswad. Ucapan yang sengaja dilafalkan Ustad Syukur setengah berteriak. Yang mampu mengangkat semangat. Di saat badan semakin berkeringat dan tenaga mulai terkuras. Menyibak kerumunan jemaah. Terus memutari Kabah sambil perlahan mendekat.

Bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi kalau sudah bersinggungan dengan jemaah dari Turki atau Afrika yang besar-besar. Tubuh Elok Satiti yang mungil bukan lawan yang sepadan. Untung istriku ini terlindung dari formasi bapack-bapack yang Alhamdulillah disiplin.

Elok and her bodyguard di tengah desakan lautan manusia

Dan memang sudah digariskan Allah malam itu kita bisa merapat ke Kabah. Close encounter with Moslem’s world epicentrum. Pengalaman Ustad Syukur dalam membimbing, dibarengi dengan niat yang kuat dan kerja sama yang disiplin membuahkan hasil.

Tepat pada putaran ketujuh, kelompok kami akhirnya bisa merapat ke dinding Kabah. Awalnya di sisi Rukun Yamani. Menyentuh dinding Kabah sudah memberikan sensasi yang luar biasa.

And it got better. Bergerak perlahan sambil memutar, kami sampai di sisi dinding Multazzam.

Di sini tangis kami pun pecah. Menyentuh pusat kiblat. Meratap di dinding Kabah. Memohon ampun. Meminta hajat dikabulkan. Doa kami dan doa-doa kerabat yang dititipkan. Tak pernah merasa sedekat ini dengan sang Khalik.

Tak henti kami bersyukur. Berterima kasih kepada Ustad Syukur. Tak pernah masik dalam ekspektasi saya untuk bisa menyentuh Kabah. Berdoa di depan Multazzam. Apalagi pada musim Haji. Saat jemaahnya banyak sekali.

Lucunya, seusai thawaf, Elok berceletuk, “Aku kok merasa jemaahnya hari ini agak kosong”

Hahaha. Rupanya formasi bapack bapack benar-benar efektif.

Nikmat mana yang engkau dustakan?

On the way from Mekkah to Madinah, 14 Juni 2023/25 Dzulqidah 1444H

Foto bersama istri saat usai melakukan thawaf sunnah dan menyentuh Kabah

Leave a comment