
Perjalanan saya ke Palestina, khususnya ke Masjidil Aqsa di Jerusalem kemarin betul-betul berkesan. Bukan hanya berkesan, namun juga memberikan banyak pelajaran. Pelajaran mengenai negara yang penuh kontroversi ini, dan kehidupan di dalamnya.
Sebelumnya, banyak miskonsepsi yang saya miliki mengenai Palestina, Israel, Jerusalem dan Al Aqsa, tempat tujuan utama kami. Alhamdulillah, berkat pengalaman saya langsung mengunjungi, mengobservasi dan berdasarkan penjelasan dari guide kami di sana, saya mendapatkan beberapa pencerahan. Berikut ini saya ingin sharing beberapa di antaranya:
Miskonsepsi 1: Masjidil Aqsa adalah Masjid dengan Kubah Emas
Oh, jadi bukan yang berkubah emas? Betul yang berkubah hitam dong?
Jawabannya: dua-duanya adalah Masjidil Aqsa. Lho, kok bisa?
Karena ternyata (ini menurut keterangan guide kita yang sangat informatif, Feraz), yang disebut sebagai Masjidil Aqsa itu adalah kompleks seluas 144.000 m2 yang terletak di timur kota Jerusalem, atau tepatnya di kawasan kota lama Jerusalem. Di dalam kompleks ini terdapat dua bangunan masjid – yakni masjid berkubah hitam, dan masjid berkubah emas.

Dalam sejarahnya, secara etimologis dari bahasa Arab, masjid itu berarti “tempat bersujud”. Dulu saat Rasulullah mendapat perintah dan melakukan perjalanan spiritual Isra Miraj, Rasulullah melakukan sholat di daerah ini, di lapangan luas yang terletak di kota Jerusalem. Dan disebut “Aqsa” yang berarti “jauh” dalam bahasa Arab, karena tempat ini merupakan ‘masjid’, atau tempat bersujud Rasulullah yang jauh dari Mekah, kediaman Rasulullah saat itu.
Pada saat itu, belum ada bangunan masjid. Masjid yang kini sering diacu sebagai ‘Masjid Al Aqsa’, yakni masjid berkubah hitam baru dibangun di tahun 679M oleh kilafah Islam di bawah Umar bin Khattab yang menguasai Jerusalem pada saat itu. Hal ini terjadi setelah peristiwa Isra Miraj, bahkan puluhan tahun setelah Rasulullah berpulang.



Sedangkan masjid berkubah emas, sejatinya adalah bukan masjid. Bangunan tersebut sebetulnya lebih berfungsi sebagai museum. Didirikan untuk melindungi batu yang diyakini sebagai tempat berpijak Rasulullah dalam melakukan perjalanan menemui Allah SWT ke sidratal muntaha (surga). Batu tersebut juga sebelumnya merupakan arah kiblat yang digunakan untuk berdoa oleh kaum Yahudi dan Islam sebelum Rasulullah mendapatkan perintah dari Allah untuk memindahkan arah kiblat ke Mekkah.
Batu ini juga dikenal sebagai “batu melayang”, karena bentuknya yang merongga besar di tengah, seakan-akan bagian atasnya hampir terpisah dari bagian bawah (lihat gambar).
Penyebabnya diyakini oleh kaum Muslim karena batu tersebut ingin mengikuti Rasulullah terbang ke surga, namun ditahan oleh Malaikat Jibril.
Oleh karena itu, batu ini memiliki arti yang sangat penting bagi kaum Yahudi dan Muslim. Tak heran, dahulu batu ini sering dicuri atau diambil bagian-bagiannya oleh warga Jerusalem dan sekitarnya.
Untuk melindungi hal tersebut maka oleh kalifah Islam yang menguasai wilayah ini, dibangunlah bangunan masjid berkubah emas untuk melindungi batu dari hal tersebut. Oleh karena itu kini bangunan ini akrab dikenal sebagai ‘Dome of the Rock’ (Kubah batu).


Jadi pada saat ini ada dua ‘masjid’ besar di dalam kompleks Masjidil Aqsa, yakni masjid berkubah hitam (sering disebut Masjid Al-Aqsa) dan masjid berkubah emas (Dome of the Rock).
Keduanya saat ini dipakai untuk sholat. Hanya saja memang Imam berada di masjid kubah hitam, dan masjid berkubah emas hanya dipakai pada shalat Jumat, sebagai tempat sholat jamaah wanita.
Sedangkan jamaah lainnya sholat di Masjid Al-Aqsa, atau di pelataran luas di sekitar dua masjid ini. Oleh karena itu, kini yang lebih sering disebut sebagai Masjid Al Aqsa adalah masjid berkubah hitam, sedangkan kompleks Masjidil Aqsa, dikenal sebagai Al-Haram Asy-Syarif atau “tanah suci yang mulia”.

Di sebelah barat dari kompleks Masjidil Aqsa, terdapat tempat yang populer dikenal sebagai “Wailing Wall” atau “Tembok Ratapan”.
Tempat ini berupa tembok batas kawasan Masjidil Aqsa yang digunakan oleh warga Yahudi untuk berdoa. Awal kenapa tembok ini disebut tembok ratapan, karena dahulu warga Yahudi selalu terlihat menangis dan meratap di tembok ini. Dipercayai, warga Yahudi meratapi nasib mereka, karena tempat suci mereka, the ‘Mount Temple‘ (yang saat ini dikenal sebagai Masjidil Aqsa) yang di dalamnya terdapat batu kiblat pemujaan, saat ini tidak bisa mereka masuki lagi.


Kini, warga Yahudi tidak lagi menyebut tembok ini sebagai “Tembok Ratapan”, karena mereka merasa sebutan tersebut merendahkan warga Yahudi. Jadi kini mereka menyebutnya sebagai “Western Wall“, karena letaknya di tembok sebelah barat kompleks Masjidil Aqsa.
Sedangkan bagi warga muslim, bagian di balik “Tembok Ratapan” ini disebut sebagai “Tembok Al-Buraq”, karena dipercaya di sisi balik tembok ini terletak tempat Buraq, mahkluk ajaib yang dipakai Rasulullah berangkat ke surga, dikandangkan.


Miskonsepsi 2: Sulit untuk beribadah di Masjidil Aqsa, karena berada di wilayah Israel
Memang betul Masjidil Aqsa berada di dalam wilayah teritorial yang secara internasional dikenal sebagai negara Israel. Bahkan untuk memasuki negara ini kami harus melalui pemeriksaan ekstra ketat. Total paling tidak ada 5 checking points yang dilakukan oleh petugas imigrasi Israel baru kami dapat memasuki wilayahnya.
Sekitar 2 jam kami harus mengantri dan mengikuti proses pemeriksaan. Dan ini masih termasuk cepat! Ada cerita rombongan lain yang menghabiskan waktu 12 jam baru dapat lolos pemeriksaan. Ada juga rombongan lain yang sebagian Jemaah-nya tidak bisa lolos pemeriksaan sehingga batal masuk ke Israel. So consider ourselves are very blessed!

Tapi setelah masuk ke dalam negara ini, dan berada di kota Jerusalem, everything looks normal. Well, except for some of Israeli police guards in almost every corner of the city, carrying big guns 🙂 (lihat gambar di bawah)


Jerusalem betul-betul menjadi kota yang terbelah menjadi dua: wilayah Yahudi di sisi barat, dan wilayah Muslim di sisi timur. Seluruh kota Yerusalem berada di bawah otoritas Israel, kecuali tentunya wilayah Muslim di sisi timur yang dibawah negara Palestina. Namun embarkasi antara Yahudi dan Muslim betul-betul jelas. Khususnya dalam soal beribadah.
Sebagai contoh, Kompleks Masjidil Aqso adalah kompleks yang hanya boleh dimasuki oleh seorang Muslim, baik itu dari warga Jerusalem ataupun turis. Dan untuk itu setiap gerbang masuk kompleks Masjidil Aqso dijaga oleh tentara Israel. Kadang aneh kalau dipikir, tapi mereka bertindak professional dalam menjalankan tugasnya. Saya pernah di-stop dan ditanyai petugas, “are you moslem?”. Hehe kata rekan Umroh saya, karena wajah saya agak mirip orang Cina.
Tapi di luar itu, kami merasa beribadah di Masjidil Aqsa sangat leluasa. Kami dapat beribadah sholat lima waktu, tanpa dipersulit. Gerbang dan masjid selalu terbuka. Perkecualian hanya pada shalat subuh, karena Masjidil Aqso ditutup setelah waktu Sholat Isya, dan gerbang baru dibuka pukul 4.30 pagi, atau sekitar 30 menit sebelum adzan subuh.


Di dalam kawasan Masjidil Aqso, it’s like sanctuary for moslems. Anak kecil dan wanita terlihat bermain dan berlari-lari dengan gembira di taman sekitar masjid. Warga Jerusalam tua, muda, pria, wanita dan anak-anak menyambut para Jemaah pendatang dengan ceria, seraya tak lupa mengucap “Assalamu’alaikum”.
Dan ratusan Jemaah datang ke masjid untuk menunaikan shalat wajib berjamaah. Ada perasaan adem “mak nyeess” di dalam dada, menyadari bahwa saudara-saudara kita ini hidup di dalam negara yang penuh kontroversi dalam kehidupan beragamanya. Namun mereka tetap terlihat hidup normal, bahagia, santun dan taat menjalankan ibadah. Subhanallah.


Miskonsepsi 3: Jerusalem dan Betlehem adalah kota kaum Yahudi dan Nasrani
Sebelum mengunjungi dua kota yang disebut “suci” ini, saya beranggapan bahwa kedua kota adalah kota kaum Yahudi dan Nasrani. Ternyata, dilihat dari jumlah penduduk, aktifitas warna dan simbol-simbol yang ada di dua kota ini, Jerusalem dan Betlehem are much more like moslem cities than anything else.
Populasi Jerusalem terdiri dari 50% warga Yahudi, 47% Muslim, dan sisanya 3% Nasrani. Sedangkan Betlehem, tempat yang diyakini sebagai kelahiran Nabi Isa (atau Yesus), ternyata 70% populasinya adalah Muslim.
Dan diluar tempat kelahiran Nabi Isa tersebut, sepanjang pengamatan saya memang dipenuhi oleh bangunan-bangunan milik warga Muslim. Lebih jauh lagi, saat ini sebetulnya Betlehem dan sebagian Jerusalem (bagian timur) berada di bawah administrasi dan pengawasan Palestina.


Saya termasuk yang terkejut saat menyadari fakta ini. Dan lebih terkejut lagi saat berada di Jerusalem dan Betlehem, saya lebih banyak mendapati warga yang muslim dan berbahasa Arab.
Well, mungkin saat di Jerusalem saya tinggal di kawasan warga muslim. Tapi tetap saja, ini fakta baru buat saya. Yang menarik, warga muslim tersebut betul-betul enggan berhubungan dengan segala sesuatu yang berbau “Yahudi”.
Pernah saya tanya kepada salah seorang muslim Palestina penjaga toko kue di Jerusalem, bagaimana mengucapkan ‘terima kasih’ di sana.
Ia menjawab, “Syukron” (yang artinya “Terima Kasih” dalam bahasa Arab).
Saya tanya lagi, “Bukan, maksud saya mengucapkan Terima Kasih dalam bahasa di Israel?”
Jawabannya cukup mengagetkan saya. Agak sedikit gusar, dia mengucapkan “La.. La.. La illa hailallah” – sembari menggoyangkan telunjuk, mengisyaratkan pada saya bahwa ia tidak mau berbicara dalam bahasa Israel atau orang Yahudi.

Kemudian, dalam kesempatan lain saya juga bertanya kepada muslim Palestina penjaga toko souvenir di Jerusalem, apakah ia suka bepergian ke Jerusalem barat, tempat pemukiman warga Yahudi. Jawabannya “hanya lewat saja, tidak pernah mampir”.
Luar biasa, betul-betul kota yang terbelah dua.


Demikianlah, sedikit sharing pengalaman dan pengetahuan yang saya dapat hasil oleh-oleh berkunjung ke Palestina.
Alhamdulillah, semua berjalan lancar, dan saya berkesempatan untuk menyaksikan secara langsung negara yang penuh kontroversi ini. Dan sungguh suatu tempat yang unik, dimana sumber dari seluruh ajaran samawi yang ada di Dunia ini berasal: Yahudi, Nasrani dan Islam, namun dengan berbagai macam perbedaan dan kontroversi sejarah yang ada di dalamnya. Wallahu’alam. Semoga bermanfaat.
Thanks mas uda nyeritain perjalanannya. Jadi nambah pengetahuan hehee…
Awalnya krn di pengajian IKAVI pak ustad sempet bilang , ada 3 tempat yang suci utk muslim. Masjidil haram, Nabawi, Masjidil Aqsa. Trus mikir…. browsing.. penasaran.
Eh ndilalah kok mas ibnu abis umroh lnjut ke Aqsa. Alhamdulillah jadi tambah tau dr cerita dan foto.
Maturnuwun!!
Sama sama Galuh. Semoga bermanfaat yaa .. ☺️👍
Inspiring pak….i have put this in my bucket list…semoga kesampaian pergi at least setelah baby dah 2 tahun….😊😊😊😊
Insya Allah Shanti… saya doakan semoga juga bisa berangkat ke sana… Aamiin. Thanks for the time to read and appreciate this post 🙂
Thanks for sharing cerita perjalananya ya pak. Saya juga pengen kesana someday, insyaAllah aamiin.
Dhiang.. Aamiin.. semoga Allah memberikan kesempatan kepada Dhinag. Terima kasih sudah membaca dan apresiasinya…
Assalamu’alaikum pak
tulisannya sangat bermanfaat dan informatif, sudah lama sekali kami sekeluarga ingin ziarah ke Masjidil aqsa namun belum terlaksana, semoga Allah mudahkan dan ijabah keinginan kami dalam waktu dekat.. aamiin
kalau boleh tahu bapak dan istri menggunakan travel apa?
terimakasih sebelumnya
Terima kasih apresiasinya.. saya pakai biro AliaWisata Bu… insya Allah di ijabah yaa Bu.. aamiin
Sangat detail di dalam angan-angan saya tentang bagaimana, mengapa, apa yg terjadi dengan kota pertemuan 3 agama samawi ini. ketika saya mengkaji QS Al Baqoroh, pemahaman ini lebih menyentuh seluruh kesadaran saya tentang kota ini. alhamdulillah dik Iben (mf sy tetap panggil Dik) menyajikan gambaran singkat tentang situs tsb sehingga banyak dari angan-angan saya mjd nyata.
Saya sangat rindu utk sampai ke sana
Ada 1 pesan lain yg ingin sy sampaikan di lain kesempatan
Sami sami matur nuwun apresiasi dan tanggapannya Mas
Dalam penulisannya, kenapa bapak menyebutnya dengan Negara Israel ketimbang Otoritas Palestina? apa karena secara de jure harus cap imigrasi Israel walapun secara de facto itu adalah orang Palestina yg diduduki, atau memang disebut Negara Palestina itu saat berada diluar kota tua Jerusalem seperti Ramallah misalnya? Dan cap Israelnya pakah semenjak perbatasan Jordan atau di Jerusalem saja? Saya pikir kita bias menyebut Israel kalau masuk ke wilayah yang memang benar benat benar Israel dan bukan masuk Otoritas seperti Tel Aviv, Haifa, Acre dll. Kebetulan saya penyuka sejarah dan tau bagaimana kisahnya Jerusalem dan Palestina ini dari awalnya direbut oleh Tentara Salib rombongan kedua dan direbut kembali oleh Solahudin Al Ayubi, nasibnya di PD I sampai II , berubahnya kata di peta dari Palestina menjadi Israel dan pada akhirnya kalah di perang modern antara Israel dengan Negara Negara Arab (perang yg bukan mengatasnamakan Muslim tapi Negara Arab)
Terima kasih masukannya. Betul saya menggunakan kata Israel karena masuk ke dalam negara yang mau tidak mau masih bertuliskan di paspor saya Israel. Saya tidak mau berpolemik mengenai hal itu di sini, karena itu bukan tujuan tulisan ini. Terima kasih masukannya. Semoga rakyat Palestina dilindungi oleh Allah SWT dan mendapatkan kembali kemerdekaannya secara penuh. Aamiin.
Update: terima kasih pengingatnya, setelah berkontemplasi dan mengamati perkembangan akhir2 ini, saya telah ganti judul tulisan dan referensi mengenai ‘Israel’ ke ‘Palestina’
Assalamualaikum wr.wb,
saat isra miraj rasulallah Muhammad s.a.w singgah di palestina yg saat itu belum ada mesjid disitu, tempat persinggahan baginda sebenarnya adalah di tembok ratapan(bukit thursina) ini untuk mengingat penerimaan tabuk kepada nabi musa a.s.
Dahulu kiblat kaum muslimin saat rasulAllah adalah bukit thursina yg suci ini lantas dipindahkan ke mekah oleh Allah S.W.T.
Pemindahan kiblat ke mekah untuk menunjukkan kepada kita semua bahwa Allah S.W.T adalah Tuhan untuk seluruh manusia dan bukan hanya untuk bangsa israel saja.
wassalamualaikum wr.wb,
ustadz sayyid habib yahya