GFNY Bali Ubud 2023

GFNY Bali Ubud 2023

Saya sudah mendaftar event ini dari awal tahun. Memanfaatkan early bird pass, dan mileage points Garuda, saya beli tiket pesawat jauh-jauh hari. Lalu mengajak teman-teman gowes untuk ikut serta. Sayangnya hampir semua tidak mau ikut. Alasannya kebanyakan karena keder dengan jarak dan tanjakan yang harus ditempuh untuk event ini.

Saya sendiri juga sudah lama tidak naik sepeda dengan jarak Fondo (100 km lebih). Terakhir di awal tahun 2022. Lebih satu tahun yang lalu. Juga tidak pernah gowes nanjak-nanjak lagi. Ini lebih lama lagi. Teracatat terakhir di tahun 2021 saya nanjak ke Km 0 Sentul.

Tapi karena merasa event masih jauh, saya beranikan diri. Dan bertekad untuk latihan.

Seperti biasa, angan hanya menjadi angan. Saya baru giat berlatih persiapan nanjak sejak menyelesaikan Maybank Marathon kemarin. Dan untungnya juga sempat berlatih nanjak di Km 9 minggu lalu.

Dan weekend kemarin, akhirnya saya ikut juga di event tahun GFNY di Bali ini.

Sepeda dan perlengkapan siap untuk lomba

Apa itu GFNY?

GFNY adalah singkatan dari Gran Fondo New York. Sebuah klub sepeda dari Amerika Serikat. Mereka sejak tahun 2010 memperkenalkan open-to-all marathon format dalam ajang bersepeda. Gran Fondo sendiri artinya “big challenge”. Jadi ajang ini memang merupakan ajang yang menantang bagi goweser untuk menaklukkan route yang panjang, dan seringkali menanjak.

Di GFNY Bali Ubud 2023 ini mereka menawarkan dua pilihan rute: Long dan Medium. Yang Long jauhnya 130 km lebih, dan Medium 98 km lebih. Keduanya melewati jalur menanjak. Medium elevation gain nya 970 meter lebih, sedangkan Long hampir dua kalinya. Bukan rute yang mudah. Makanya banyak teman saya yang keder. Saya yang setengah keder pun hanya memilih yang Medium.

Rute Lomba yang Cukup Menantang

Lomba dimulai dari Pasar Sayan, Ubud. Lokasi yang mendadak berubah dari sebelumnya di Ubud Central, karena ada force majeure. Ratusan peserta start bersamaan. Mengawali start adalah para veteran GFNY dan yang ikut long route. Kepesertaan mereka ini kompetitif. Lomba cepat-cepatan. Oleh karenanya tidak heran lepas bendera start dikibarkan, mereka langsung melaju kencang.

Suasana di Starting Area

Saya sih yang hanya target untuk finish, tidak ambi untuk langsung kencang. Kebetulan memang jalanannya menurun untuk 5 km pertama, jadi cukup nyaman untuk melaju kencang di kecepatan 30-40 km per jam.

Dan enaknya lagi event GFNY ini adalah jalanan “disteril” untuk peserta. Bekerja sama dengan kepolisian setempat, panitia mengatur arus lalu lintas, dan menutup persimpangan saat rombongan peserta lewat. Jadi kita bisa fokus ngebut tanpa harus peduli lampu lalu lintas misalnya.

Salah satu pemandangan cantik di rute tanjakan Bangli
Dalam perjalanan di GFNY 2023 Bali. Info gradien di tanjakan sangat vital untuk mengatur tenaga dan mental 🤣

Soal rute menurut saya Medium route yang saya ambil ini tidak terlalu berat. Atau mungkin hasil latihan saya sebulan kemarin cukup memberi bekal. Jalur tanjakan dimulai dari kilometer 32. Dari sini total 15 km jalur menanjak. Walaupun begitu dalam catatan saya hanya ada 2 segment Climb yang memiliki gradient menantang. Sekitar 9 degree. Sisanya lebih seperti rolling tanjakan dengan gradient rata-rata 3 degree.

Tapi tetap saja karena ini merupakan jarak jauh, maka endurance juga menjadi tantangan yang perlu dijaga.

Dan kekuatan otot.

Kram!

Nah ini. Saya sudah mulai merasakan betis kanan saya mengeluarkan sinyal-sinyal bakal kram. Dan sialnya, saya lupa bawa Salonpas Spray, yang efektif untuk meredakan kram.

Saya paksakan terus mengayuh. Menanjak. Dengan memindahkan tumpuan mengayuh ke kaki kiri. Lumayan berhasil. Tapi terus terang deg-degan sih. Di segmen Climb 1, kaki sudah hampir tidak kuat. Kecepatan juga pelan. Tapi saya terus paksa mengayuh. Sambil melihat ke bawah, hasil pelajaran menanjak di Sentul minggu lalu.

Alhamdulillah saya berhasil melewati segment Climb 1 dengan selamat.

Just survived one of the big climbs. Di belakang masih ada peserta yang kepayahan. Dan banyak juga yang menuntun 😅

Setelah itu sebetulnya ada Water dan Aid Station. Tempat yang saya sudah rencanakan untuk meminta pertolongan obat spray. Tapi karena saya sudah tidak terlalu merasakan kram lagi, saya jadi lupa. Setelah selesai minum, saya bergegas melanjutkan jalur pendakian ini.

Nah, musibah terjadi di ujung segment Climb 2. Ini berada pada Km 50+, yang kalau saya lihat di peta, merupakan akhir pendakian berat di rute Medium ini. Sisanya akan lebih banyak jalanan menurun sampai kemudian 10 km terakhir kembali menanjak sedikit.

Jarak menuju puncak pendakian sebetulnya hanya tinggal 200-300 meter. Tapi betis kanan saya sudah tidak bisa diajak kompromi. Tiba-tiba kram. Saya pun kesakitan dan kaki tidak lagi sanggup mengayuh. Semua road bikers tahu kondisi di mana kita berhenti mengayuh sementara kaki masih menempel di cleat pedal sepeda. Ya, “jatuh bego”. Itulah yang terjadi pada saya di ujung tanjakan Climb 2.

Bersama Bapak dan Ibu penduduk sekitar yang membantu saya mengobati cedera kram

Beruntung jatuhnya pelan (makanya “bego”). Sehingga selain betis saya yang sakit karena kram, saya tidak luka-luka. Dan lokasi saya jatuh merupakan lokasi yang cukup remote. Tidak ada apotik atau Indomart yang mungkin menyediakan obat penghilang nyeri.

Untung saja, penduduk sekitar yang rumahnya di sisi jalan tempat saya jatuh datang menolong. Mereka membawakan balsem Geliga yang sangat membantu meredakan nyeri betis saya. Sempat terbersit dalam pikiran kalau saya bakal retired. DNF. Tapi Alhamdulillah, berkat jasa baik Bapak dan Ibu tersebut, dan kekuatan yang masih diberikan oleh Allah, saya sanggup melanjutkan perjalanan.

Akhir Lomba yang Berat

Sisa perjalanan masih kira-kira 50 km. Tapi untungnya kebanyakan menurun. Walaupun masih menyisakan satu lagi Climb 3 yang gradient lebih terjal, namun jarak lebih pendek.

Alhamdulillah, saya bisa melaluinya dengan baik.

Tapi perjuangan belum berakhir. Karena ternyata jalur menuju finish di 10 km terakhir adalah jalur menanjak. Walaupun gradient cukup rendah, namun karena body battery sudah turun di bawah 20%, maka tinggal sisa-sisa tenaga yang dipakai untuk mengayuh pedal.

Jarak 10 km terasa sangat jauh. Terutama di 2 km terakhir, rasanya tidak sampai-sampai. Bahkan ada peserta yang barengan dengan saya, sepertinya tidak sabar dan dengan nada agak kesal bertanya kepada saya, “ini finish nya di Km berapa sih?”

Di segmen akhir lomba yang cukup berat

Karena memang ada perubahan tempat start yang saya rasa berpengaruh pada perubahan rute. Sehingga jarak yang tadinya dituliskan sekitar 96,4 km, ternyata yang kita tempuh sampai dengan 98,9 km.

Bagi saya sih tak mengapa. I’m happy enough to finish in such strong form. Walaupun capek, tapi tidak sekalipun saya menuntun sepeda di tanjakan. Berdasarkan chip time, waktu yang saya habiskan untuk menyelesaikan lomba adalah 4 jam 27 menit. Not bad, tapi kalau tidak ada adegan kram, it could’ve been much better. Apalagi kalau lebih istiqomah latihan sebelumnya hahaha.

Titik Minus Penyelenggaraan GFNY 2023

Tapi perbedaan rute di atas memang merupakan salah satu titik minus penyelenggaran GFNY 2023 kali ini. Adanya perubahan mendadak tempat start dari Central Ubud ke Pasar Sayan membuat beberapa elemen perlombaan menjadi kurang sempurna.

Contohnya ya rute tadi dan peta yang kita unduh dari website resmi. Di daerah Sukawati, device saya selalu menganjurkan “reroute” karena yang kita lewati tidak sama dengan rute yang di peta. Dan ada beberapa segmen lagi. Tidak banyak sih, mungkin sekitar 10% dari rute. Tapi dalam lomba endurance yang membutuhkan manajemen tenaga kita ini, tampilan gradient di cyclo computer kita sangat bermanfaat untuk mengelola tenaga dan mental. Nah kalau kita tidak melewati rute yang sudah disimpan di peta, otomatis kita tidak mendapatkan informasi mengenai gradient ini.

Rute Official yang di download ke cyclo computer. Terdapat beberapa perubahan di actual race

Hal lain juga pada lokasi Race Pack Collection dan Start/Finish Area di Pasar Sayan. Sebagai event olahraga internasional, lokasinya kurang representatif. Bangunan tenda dan refreshment yang disediakan pun menurut saya kurang “mewah”. Walaupun tidak bisa dikatakan kurang. Tapi saya membayangkan mungkin kalau di Ubud Central, lokasi ini akan dapat lebih dipersiapkan dengan cermat dan baik.

Pemindahan tempat yang mendadak ini juga yang membuat saya di hari sebelumnya Sempat kebingungan mencari tempat Race Pack Collection. Karena yang tercantum di website resmi, koordinat GPS masih mengacu di Ubud Central. Ternyata panitia mengumumkannya melalui account Instagram GFNY Indonesia. Yang tidak saya follow. Alhasil, saya harus naik ojek ke Pasar Sayan yang pada hari Sabtu kemarin jalurnya juga sangat padat dan macet.

Suasana Race Pack Collection GFNY Bali 2023

Hal ini juga banyak dikeluhkan oleh para peserta. Terutama yang sudah memesan hotel di daerah Ubud Central untuk dapat cepat ke tempat Start/Finish.

Suasana di Water Station pertama di daerah Klungkung

Untungnya di hari perlombaan jalur yang kita lalui cukup berhasil di “sterilisasi” oleh panitia dan polisi. Informasi dan sign rute juga cukup banyak disediakan. Sehingga peserta tidak nyasar belok. Begitu pula dengan Water dan Aid Station yang menyajikan makanan, minuman dan buah yang melimpah. Sehingga kita dapat gowes dengan “nyaman”, walaupun kondisi jalur dan tanjakan yang menantang.

Hal-hal positif inilah yang memberikan kesan positif secara keseluruhan terhadap event GFNY ini. Yang membuat saya ingin untuk ikut event GFNY ini lagi. Syukur-syukur di luar negeri. Mata pun melirik ke brosur GFNY Kuala Lumpur di bulan Februari 2024. Should we? Hehehe.

Foto di backdrop area finish bersama Coach Andri Prawata

2 Comments Add yours

  1. awansan's avatar awansan says:

    wih salut om, kuat berspeda segitu jauhnya, btw kalau boleh kapan2 dibahas spek sepedanya dong, siapa tahu bisa buat panutan bagi yang pengen sepedaan long route kayak gini hehehe

    1. Ibenimages's avatar Ibenimages says:

      Hehehe makasih..

      Long route nanjak begini sih spek sepedanya sebaiknya road bike, yang punya gir depan belakang minimal 52-23.. jadi nanjak bisa enak

      Bisa juga pakai MTB.. tapi frame MTB lebih berat buat nanjak. Dan krn jalanan mostly aspal jadi gak perlu tuh frame kokoh, suspensi dan ban off road..

      Tambah lagi kudu spek dengkul yang kuat hahaha

Leave a reply to Ibenimages Cancel reply