Terus terang saat saya berada di Russia dua bulan lalu kala pergelaran Piala Dunia, saya semula iri melihat kemeriahan kota Moscow, St. Petersburg dan Kazan. Pertandingan Piala Dunia membuat kota-kota Russia dan warganya yang terkenal dingin menjadi “hangat” bagi tamu mancanegara seperti kita.
Bukan hanya itu, keberhasilan tim nasional Russia yang secara tidak terduga lolos dari babak grup dan kemudian melaju ke 16 besar menyulut nasionalisme bangsa Russia.
Di stadion mana pun, tim negara apa pun yang bertanding, sorakan “Ro-si-ya!” menggemuruh di setiap sudut stadion. Seakan-akan bangsa Russia berusaha menunjukkan kepada tamu-tamunya, kalau mereka adalah bangsa yang kuat dan bersatu, ditengah-tengah stagnasi ekonomi dan menurunnya nilai rubel di pasar internasional.
“Duh gimana dong Indonesia dengan Asian Gamesnya?”, demikian pikiran saya waktu itu. Secara popularitas Piala Dunia hanya bisa terkalahkan oleh Olimpiade.
Tapi saat minggu pagi lalu saya, Elok, Ubai dan Rosa datang ke Gelora Bung Karno untuk menyaksikan pertandingan atletik, ternyata rasa iri dan kekhawatiran saya tersebut tidak beralasan.
Kami datang cukup pagi ke kawasan GBK di pagi hari. Kawasan Senayan sudah dipenuhi masyarakat yang berolahraga pagi dan menyaksikan lomba lari marathon putri. Mall FX yang biasanya hari Minggu memang ramai dengan acara Car Free Day, terasa lebih sesak. Untuk mencari tempat sarapan pun kita mengantri.
Saat kita masuk ke dalam arena pertandingan, suasana lebih seru lagi. Di dalam stadion sedang dipertandingkan nomor lari gawang putri 400 meter dan dasalomba putra. Tak ada atlit Indonesia yang ikut bertanding di cabang lari gawang putri tersebut. Dan atlit putra Indonesia yang mengikuti cabang dasalomba, sedang terpuruk di dasar klasemen sementara. Namun sorak sorai penonton yang sebagian besar orang Indonesia tetap nyaring di GBK. Dentum bunyi genderang dan lagu wajib supporter Indonesia, “Garuda di Dadaku” bergemuruh dari sudut stadion.
Rupanya animo masyarakat menyaksikan pertandingan Asian Games ini jauh dari perkiraan saya. Dan mungkin juga jauh dari perkiraan panitia. Tadinya saya pikir yang bakal ramai adalah cabang-cabang populer seperti sepakbola, bulutangkis ataupun voli. Namun ternyata tersulut oleh upacara pembukaan yang spektakuler, masyarakat Indonesia berbondong-bondong mendatangi arena-arena pertandingan.
Sejenak kita melupakan perseteruan kita di bidang politik. Wajah Indonesiaku yang selama ini kukenal, kembali mengemuka. Sorak sorai dukungan penonton kepada atlit terlihat begitu tulus. Entah dia berjilbab, mengenakan kalung salib, atau bermata sipit. Semua haru biru bersatu di bawah warna merah putih.
Dan mungkin bukan kebetulan, kalau semangat “Kita Bisa” itu mendorong atlit kita berjaya di arena tanding. Sampai saat saya menulis ini Indonesia sudah mengumpulkan 30 medali emas, jauh di atas target awal pemerintah yang hanya menargetkan 16 emas. Kalau awalnya kita berpikir masuk 10 besar sudah prestasi, lha ini kita kemungkinan besar akan bercokol di peringkat 4 di akhir minggu. Luar biasa!
Tak sedikit pihak yang mengatakan perhelatan Asian Games 2018 ini pemborosan belaka. Trilyunan rupiah dihabiskan untuk menyambut para tamu atlit bangsa Asia. Tapi tampaknya kembali hadirnya rasa bangga, rasa bahagia dan rasa bersatunya kita sebagai bangsa Indonesia (yang akhir-akhir ini terasa terkikis), adalah hasil yang tak ternilai dari perhelatan akbar kita ini.
Welcome back Indonesia! Bersatu kita adalah bangsa yang besar! Kita bisa! 🇮🇩🇮🇩🇮🇩
Berikut cerita lengkap kita hari Minggu pagi yang lalu:
Saya dan istri datang pagi hari jam 7.30 ke daerah GBK, tidak lupa foto-foto dulu di halte busway, mumpung sepi…

Lalu kami berkumpul dengan rombongan Sirkus Russia di Mall FX yang sudah penuh sesak. Cari tempat makan pun susah. Tapi untung kita masih kebagian tempat di QQ cafe, berkumpul bersama anggota rombongan sirkus Russia.

Jam 10 pagi, beringsut ke GBK untuk menyaksikan pertandingan atletik. Dan tentu saja berfoto bersama di kawasan GBK yang sudah dipercantik untuk Asian Games. Salah satu spot foto utama adalah kaldron Asian Games 2018 ini yang dinamakan “Bilah Nusantara”



Memasuki dalam stadion GBK, menyaksikan pertandingan atletik. Suasana rame, meriah. Dan tidak disangka, nonton langsung itu jauh lebih seru, tidak seperti di TV. Lompatan atlit wanita sambil berlari terlihat jauh lebih spektakuler.




Setelah lomba lari gawang selesai, tontonan dilanjutkan dengan dasalomba pada event lompat galah yang diselenggarakan di sudut seberang GBK. Jadi kita harus berpindah ke tribun selatan. Sambil jalan-jalan berfoto ria di dalam stadion kebanggaan yang dibangun tahun 1962 ini. Stadionnya cantik, di dalamnya banyak spot yang fotogenik.






Menyaksikan lomba lompat galah juga tidak kalah seru. Karena atlit Indonesia masih tetap tidak beranjak dari posisi juru kunci, kita secara sengaja mendukung atlit Jepang yang sedang berada di posisi dua, hanya agar atlit Thailand yang berada di ranking satu sementara tidak merebut emas! Takut kesalip Thailand bro! Hahaha.



Setelah puas menyaksikan pertandingan, kita akhirnya pulang, dengan terlebih dahulu menikmati makanan tradisional Indonesia di bawah pepohonan rindang kawasan GBK. Sayup sayup terdengar teriakan histeris penonton layar lebar arena Bhin Bhin yang menayangkan langsung partai perempatfinal bulu tangkis. Luar biasa suasananya.
Alhamdulillah, Indonesia telah membuktikan diri mampu menjadi tuan rumah yang baik dan bersemangat di Asian Games ini!






Kereenn kak…