Hujan Tak Padamkan Energi Asia

Hujan yang deras mengguyur Jakarta sejak sore tadi malam tidak menyurutkan animo warga Jakarta untuk berpesta dalam closing ceremony Asian Games 2018. Puluhan ribu orang mendatangi kawasan GBK menempuh kemacetan, dengan badan kuyub dan sepatu basah terkena lumpur.

Saya yang baru datang dari Padang termasuk dalam kelompok ini. Karena pesawat baru mendarat jam 3 sore lewat, saya sekeluarga termasuk yang terlambat untuk hadir di GBK. Saat itu, sudah banyak teman kami yang telah duduk manis di dalam stadion. Jadilah kami bergegas dari airport menuju Senayan. Jalan tol Bandara-Grogol memang lancar, tapi memasuki Semanggi sudah tercium efek Asian Games. Macet.

Akhirnya setelah 15 menit dalam kemacetan Semanggu, kami berhenti di depan Graha Niaga, tepat saat hujan mulai turun. Sudah tampak antrian yang padat dan mengular di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) busway Senayan. Ribuan orang terlihat antri masuk ke kawasan GBK. Alamak.

Pemandangan antrian pengunjung di JPO Busway Senayan Sudirman

Tapi karena antrian masih terlihat jalan, kami masuk dalam antrian. Awalnya sih masih bergerak, namun beberapa saat kemudian hujan turun dengan sangat lebat! Antrian jadi berhenti, saya duga karena banyak yang antri tidak siap payung dan jas hujan. Jadi mereka ragu untuk keluar dari JPO, karena bakal terguyur hujan nan deras.

Not again”, ujar anak perempuan saya Aya.

Yes, another closing ceremony in the rain. Hujan ini mengingatkan kita pada Piala Dunia Russia kemarin. Saya, Aya dan Rafif basah kuyub kehujanan di FIFA Fan Fest Moscow saat upacara penutupan. Kita tidak siap membawa payung.

Begitu pula kemarin. Untung saja Indonesia selalu punya barisan kaki lima yang jeli melihat peluang. Kami menemukan penjual yang menjual payung dengan harga super over-priced, 40.000. Tapi ya bagaimana lagi, tidak ada pilihan daripada teles kebes. “Beli empat bang!” 😑

Tetap kehujanan walau sudah di dalam JPO

Tapi memang keputusan tepat. Karena hujan tidak berhenti, bahkan semakin deras. Walaupun baju juga cukup basah terkena tempias air hujan, namun masih lumayan lah.

Ada lebih dari 30 menit kami mengantri di JPO, sampai akhirnya kami sampai di seberang Jalan Sudirman dekat kawasan GBK. Thanks to Asian Games volunteers, mereka dengan sigap mengarahkan kami ke arah gate yang sesuai dengan tiket kami.

Saya, Rafif, dan payung mahal itu

Dan Alhamdulillah, petugas keamanan dan ticketing GBK pun tanggap dengan kondisi pengunjung yang membludak dan cuaca yang tidak menguntungkan. Jadi prosedur antrian dimodifikasi. Antrian sudah tidak dibagi berdasarkan kelas tiket, dan scanning barcode hanya dilakukan di dalam stadion. Hal ini mempercepat antrian, dan akhirnya kami bisa masuk di stadion jam 6.15 sore.

Couple selfie dengan latar belakang Zona Bhin Bhin yang bercahaya usai hujan
Rafif berjalan di dalam selasar GBK

Di dalam stadion hujan masih tetap mengguyur. Sampai MC pre-show Ronald dan Tike dari Jak FM sampai harus dipayungin. Begitu pula para performers pre-show yang menghibur penonton sebelum acara closing ceremony dimulai pukul 7 malam.

Sesaat sebelum menunggu mulainya pertunjukan

Akhirnya jam 7 tepat acara dimulai. Berbeda dengan konsep opening ceremony yang kolosal, megah, dan mengusung kayanya budaya Indonesia, acara closing terlihat lebih terlihat sebagai konser musik dengan mengedepankan keragaman budaya pop Asia.

Ya memang dari sisi tata panggung dan acara lebih sederhana, tapi bukan berarti kurang menghibur. Deretan artis-artis Indonesia dan dari Cina, India serta Korea ditampilkan secara bergiliran tanpa jeda. Penonton disajikan hiburan koreografi musik dan tari yang terjalin rapi.

Dan bagi yang hadir di GBK semalam mungkin setuju dengan saya, bahwa deretan artis dan lagu yang ditampilkan sanggup memuaskan dahaga hiburan crowd yang lintas generasi.

Suasana di dalam GBK yang berwarna warni dengan tata cahaya yang atraktif

Generasi lawas (ehem) pasti akan ikut bernyanyi keras-keras saat lagu “Kemesraan” dinyanyikan oleh Bams dan Ida. Secara ini lagu wajib karaoke atau acara kumpul-kumpul jaman old. Sudah hapal semua liriknya, jadi tanpa teks di big screen, GBK sudah menjema menjadi ajang karaoke raksasa.

Begitu pula saat GIGI melantunkan lagu “Rumah Kita”. Lirik Indah yang ditulis oleh Ian Antono dan Remy Silado berkumandang membahana. “Lebih baik di sini… Rumah Kita sendiri… segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa…”. Di saat para badut politik berusaha berkuasa dengan mempertanyakan pondasi dasar negara ini, lagu ini kok “kena” banget. Ini rumah kita bung!

Untuk generasi yang agak mudaan, RAN sepertinya menjadi favorit. Menyanyikan lagu hitsnya “Pandangan Pertama”, sontak mereka langsung mendapat sambutan meriah dari crowd. Apalagi saat melanjutkan dengan lagu single one hit wonder dari ME, “Inikah Cinta”, generasi lawas bergabung dengan generasi agak mudaan menari dan bernyanyi bersama. Hahaha.

Nah kalau untuk generasi millenial, siapa lagi yang ditunggu kalau bukan artis K-Pop. Tidak tanggung-tanggung, dua artis didatangkan panitia: Ikon dan Super Junior. Anak saya, Aya ikut berteriak histeris bersama ribuan fans K-Pop yang lain di GBK. Walaupun bukan EXO, boy band favoritnya yang tampil, tapi sepertinya histeria penonton yang terjadi di GBK semalam memicunya untuk ikutan heboh. Aksi boy band Korea ini menjadi puncak penampilan deretan artis-artis Asia di closing ceremony.

Indah dan megahnya pertunjukan di dalam GBK

Dalam hal tata suara dan tata lampu, pertunjukkan tadi malam menunjukkan kelas GBK yang sudah ditransform sebagai venue musik berkelas dunia. Suara sound system berdetum keras dengan akustik yang baik. Tata lampu berwarna-warni dan meriah, diiringi dengan luncuran kembang api yang cukup royal di hampir setiap lagu. It’s totally awesome concert experience. Saya jadi kepikiran pengen nonton Guns ‘N Roses saat konser di GBK November nanti. Masih ada tiketnya nggak ya? Eh, tapi bukan Wishnutama yang directing ya? Hehehe..

Akhirnya, acara closing ceremony semalam kembali menegaskan bahwa Indonesia sudah naik tingkat. Dari sisi olah raga, raihan medali dan peringkat keseluruhan tidak terbantahkan naik secara signifikan. Walau keberhasilan atlit kita ini masih harus dibuktikan dengan kiprah mereka empat tahun lagi di Hangzhou. Atau yang lebih dekat, SEA Games 2019 di Filipina tahun depan.

Dari sisi penyelenggaraan pertunjukan dan pesta olahraga pun, Indonesia sudah lebih dari mampu menyelenggarakan event berkelas dunia. Membaca ulasan harian-harian internasional pagi ini, banyak yang menyebutkan Asian Games 2018 ini sebagai “Best Games Ever”. Penyelenggaraannya dinilai bagus, walau ada beberapa masalah kecil (misalnya tiket) yang menurut mereka “not commonly unfound in other games organization”. Kiprah volunteers kita pun dinilai sebagai “best volunteers”, karena ramah dan selalu siap membantu.

Ketua IOC Asia, semalam dalam pidato-nya yang simpatik, menyatakan di depan Ketua IOC dunia bahwa “Indonesia, you made it”, Indonesia sudah mampu menyelenggarakan pesta olah raga berkelas dunia. A nod to Jokowi’s bid to host 2032 Olympics in Jakarta. Kita dukung pak!

Dan terakhir, antusiasme warga Indonesia untuk mendukung atlit kita dan mensukseskan penyelanggaraan Asian Games ini betul-betul luar biasa. Arena pertandingan dan festival dibanjiri oleh penonton yang antusias mendukung atlit Indonesia ataupun mengapresiasi atlit negara lain. Sepertinya kalau belum ke Asian Games belum eksis.

Hype atau bukan, yang jelas teriakan semangat mereka melecut atlit-atlit untuk memberikan yang terbaik. Inilah semangat Asia, bagian dari Energi Asia yang nyata. Energi yang tidak padam, apalagi kalau cuma karena hujan.

Indonesia bisa! 🇮🇩

Wajah lelah dan berminyak, namun bahagia usai pertunjukan
Yes! We’re part of Energy of Asia!
Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s