
Saya besar di Bontang, Kalimantan Timur. Tepatnya di kompleks PT Badak NGL Co, perusahaan joint venture Pertamina dengan perusahaan energi Amerika Serikat Huffco, yang bergerak di penyulingan gas alam. Almarhum Papa mendapat pekerjaan sebagai salah satu tenaga operasional di sana.
Setelah beberapa saat bekerja di sana, keluarga kami diboyong Papa dari Jakarta di tahun 1977. Keluarga kami termasuk salah satu keluarga pertama yang pindah ke Bontang. Bersama-sama dengan keluarga karyawan Pertamina yang kebanyakan pindah dari Sumatera Selatan. Dan juga bersama kami, banyak keluarga ekspatriat, tenaga ahli yang didatangkan dari Amerika Serikat (AS).
Untuk membangun kompleks ini, perusahaan membuka kawasan yang dulunya hutan tropis berpohon lebat. Saat kami sudah meninggali rumah pun, masih sering kami dapatkan orang utan hidup bersebelahan.
Karena letaknya yang masih terisolasi dari kota besar (Samarinda hanya bisa dicapai dalam 6 jam perjalanan mobil, Balikpapan melalui penerbangan perintis satu kali sehari), perusahaan harus memastikan kompleks perumahan self sufficient. Dibangunlah segala bentuk infrastruktur. Mulai dari pembangkit listrik, rumah sakit, sekolah, dan satu yang saya mau ceritakan di sini adalah supermarket untuk membeli barang keperluan sehari-hari.

Supermarket ini dinamakan “Commissary“. Mengambil istilah dari AS untuk toko penyedia supplies di barak-barak militer. Dan memang begitulah perannya si Commissary ini. Isinya adalah supplies yang diterbangkan langsung dari AS. Barang-barang impor yang hanya bisa didapatkan di pasar AS. Di Jakarta pun saat itu belum ada.
Contohnya cereal. Di tahun 1977, anak-anak Bontang sudah sarapan dengan cereal berbagai macam. Kita sudah akrab dengan “Frosties“, “Corn Flakes“, “Krispies” ataupun “Froot Loops”, merk-merk cereal terkenal. Bahkan setiap tahun kalau kita ikut “cuti” pulang ke Semarang, kita selalu membawa 8-packs cereal (kita sebut dengan “kotak kotak”) sebagai oleh-oleh untuk saudara di pulau Jawa. Maklum, di Jawa belum ada!
Selain cereal banyak lagi produk makanan dan minuman yang menjadi favorit kita saat itu. Contohnya “Kool-Aid” dan “Tang“. Bubuk pembuat minuman segar instan beraneka rasa. Atau soft-drink kaleng bermerk “Green Spot“, “Dr. Pepper” ataupun “Mirinda“. Efektif menghilangkan haus di terik matahari bumi khatulistiwa.
Saya juga ingat beragam coklat “Hershey”, marsmallow dan aneka bentuk permen natal berperisa cinnamon. Juga chocolate pie yang saya ingat rasanya, tapi lupa namanya. Yang saya ingat hanya kemasannya yang bergambar crayon Crayola warna warni. Semua terpatri dalam ingatan. Mungkin karena enak, atau kita dapatkan pada momen spesial. Khusus chocolate pie tadi, saya ingat banget karena saya makan setelah sholat tarawih di bulan puasa. Nikmat.
Nah saat saya sedang liburan di AS saat ini, saya paling hobi masuk ke grocery store setempat. Menyusuri lorong-lorong penjualan snack dan minuman. Mengharapkan untuk mendapatkan makanan-makanan yang dulu kita konsumsi di masa kecil, namun sudah tidak terdapat lagi di Jakarta. Termasuk si chocolate pie misterius tadi.
Tapi saya agak kecewa, karena hampir seminggu ini keluar masuk, kok tidak mendapatkan barang-barang nostalgia saya. Yang saya lihat hanyalah merk-merk yang sudah ada di Jakarta juga. “Oreo“, “Pop Tarts“, “M&Ms“. Tidak ada yang istimewa.
Mungkin inilah efek globalisasi dan perdagangan bebas. Atau mungkin karena saya berada di wilayah timur AS. Kalau saya jalan-jalannya ke negara bagian Texas, mungkin lebih bedsar kemungkinan untuk mendapatkan produk-produk nostalgia tadi. Secara Huffco berasal dari Texas, dan pastinya supplier-nya berasal dekat-dekat situ juga.
Tapi setidaknya kekecewaan saya sedikit terobati semalam. Saat berbelanja di Safeway di Washington DC, saya menemukan salah satu makanan klangenan tersebut: “Cracker Jack!”
“Cracker Jack” adalah snack pop corn berbalut almond dan karamel. Sebelum jaman adanya “Act II”, “Orville Redenbacher’s” ataupun “Garrett”, “Cracker Jack” adalah pop corn terlezat di dunia. Setidaknya menurut kami di Bontang saat itu. Kakak saya, Mbak Monica, merupakan fans berat snack ini. Setiap minggu ia pasti beli di Commissary, untuk menemaninya membaca buku. Saat tahu saya mau berlibur ke AS, titipannya cuman satu, “Cracker Jack!”
Alhamdulillah sudah ketemu titipannya semalam. Dan tadi malam pun saya sempat buka satu kotaknya. Hmmm, jauh lebih enak “Garrett” ya? Hahaha.
Tapi itulah harga sebuah kenangan. Bukan rasanya, tapi perasaannya.
Oleh karenanya, saya akan terus. mencari si chocolate pie misterius tadi selama saya di AS. Semoga dapat.