
Hari Kamis minggu lalu, saya dan teman-teman alumni Singapore International Foundation (SIF) Asean Student Fellows berkesempatan untuk menilik proyek MRT (Mass Rapid Transportation) Jakarta.
Kebetulan Direktur Operasional PT MRT Jakarta, (Bapak) Agung Wicaksono, adalah rekan sesama Alumni, jadi kita mendapat kesempatan berharga untuk reuni bareng sekaligus mengunjungi tempat kerja Agung yang akhir-akhir ini jadi pusat perhatian.
Bagi kami, Alumnus SIF yang pada saat kuliah mendapat beasiswa untuk kuliah di Singapura, MRT mendapat tempat khusus di hati kami. Banyak dari kami (termasuk saya) yang pertama kali pergi ke luar negeri berkat beasiswa tersebut. Dan tentu saja saat itu kali pertama kami menaiki moda transportasi yang menjadi simbol negara/kota yang modern dan maju. Moda transportasi yang murah, cepat, aman dan nyaman.
Saat saya belajar di Singapura tahun 1996, saya ingat betul, wacana MRT Jakarta sudah bergulir. Disebutkan saat itu perkiraan MRT Jakarta akan beroperasi tahun 2001.
“Masih lama banget ya?”, dalam benak saya saat itu.
I wish that happened.
Karena seperti kita tahu, MRT Jakarta tak kunjung beroperasi. Boro-boro operasional, proyek aja nggak jalan-jalan.

Dalam penjelasan Agung, Pak Direktur, sampai MRT punya singkatan sendiri: “Masih Rapat Terus” 😅
Sampai akhirnya tahun 2013, Jokowi, yang saat itu masih menjadi Gubernur DKI Jakarta melalukan ground breaking proyek MRT Jakarta. Dan ground breaking ini tidak sekedar wacana, karena kontrak sudah ditandatangani. Walaupun sebenernya terbilang nekat, secara pembebasan lahan belum dilakukan, dan semua orang tahu kesulitan di Indonesia soal hal ini. Tapi kita patut berterima kasih ke Pak Jokowi (dan dilanjutkan Pak Ahok), dengan kenekatannya, terbit harapan Jakarta untuk memiliki moda transportasi yang didambakan.

Tahap pertama proyek MRT Jakarta ini akan menghubungkan stasiun Lebak Bulus sampai dengan Bundaran HI. Total sepanjang 16 km, dan melewati 13 stasiun, 7 stasiun di atas tanah, dan 6 stasiun bawah tanah.
Dengan mempersiapkan 16 set kereta, MRT Jakarta merencanakan waktu tunggu maksimal 5 menit untuk setiap kereta, pada saat peak hour. Hmm.. asyik banget. Apalagi stasiun Cilandak yang merupakan stasiun MRT kedua setelah Lebak Bulus, hanya 1o menit berjalan kaki dari rumah. Ya sudah, rejekinya Aya dan Rafif, anak-anak saya nanti kalau kerja transportasi sudah nyaman.

Hal lain yang menarik dari MRT Jakarta ini adalah kenyataan bahwa PT MRT Jakarta merupakan satu-satunya perusahaan yang mengoperasikan Kereta Api di luar PT Kereta Api Indonesia. Hal ini patut diacungi jempol, terutama juga mengingat usia perusahaan yang masih sangat muda, dan mayoritas karyawannya masih di bawah 40 tahun. Atau mungkin justru hal tersebut malah yang membuat perusahaan ini bersemangat merealisasikan mimpi dari seluruh rakyat Jakarta? Kenekatan Pak Jokowi diimbangi dengan semangat anak-anak muda yang mau mencatat sejarah! Ini baru Indonesia. Ini Indonesia baru!
Perusahaan ini berbentuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan proyek mendapatkan pendanaan penuh dari Jepang, berbentuk government to government loan melalui JICA. Dari hutang pemerintah ini, Pemerintah RI kemudian meminjamkan 51% dana ke PT MRT Jakarta, dan 49% nya berbentuk hibah. Jadi baik Pemerintah RI ataupun Pemda DKI sama-sama memiliki stake terhadap proyek ini.

PT MRT Jakarta memiliki tiga misi: (a) membangun infrastruktur kereta; (b) operasional dan pemeliharaan; serta (c) business development. Hal terakhir inilah yang nantinya diharapkan dapat membuat PT MRT Jakarta menjadi badan usaha yang self-funded, bahkan menguntungkan, seperti halnya SMRT di Singapore atau MTR di Hong Kong. Di tahap awal ini, PT MRT Jakarta hanya akan memiliki 3 sumber pendapatan selain dari penjualan tiket: yakni spot periklanan, penyediaan jalur telekomunikasi seluler yang carrier-neutral, dan penyewaan kios-kios retail di area stasiun.
Lebih jauh, dengan konsep Transit Oriented Development, sebagaimana yang kita lihat di luar negeri, MRT Jakarta akan meningkatkan value komersial dari daerah yang dilewati oleh jalurnya. Nilai property akan naik, karena seiring dengan arus pergerakan manusia, transaksi bisnis di daerah-daerah ini akan semakin marak. Dicontohkan oleh Pak Agung, kini Manajemen Grand Indonesia dan Plaza Indonesia tertarik untuk menjajagi pembuatan retail shops dengan terowongan bawah tanah di kawasan stasiun Bundaran HI. Kalau ini kejadian, kan Jakarta akan memiliki areal perbelanjaan seperti yang kita temui di bawah Takashimaya, Wisma Atria sampai Orchard Station! Keren!

Setelah mendengarkan penjelasan yang informatif dan menarik dari Pak Agung di Kantor MRT Jakarta, rombongan kami dibawa untuk menilik progress pembangunan underground tunnel dan stasiun Bundaran HI. Sebelum turun 16 meter di bawah tanah, rombongan dibekali dengan safety briefing oleh petugas dari MRT Jakarta.





Saat kami mengijakkan kaki di dalam kawasan proyek, baru perlahan kami sadar, guys, kita hampir punya MRT lho! Cor beton masif sudah membentuk ruang bawah tanah yang luas. Tak susah bagi kami membayangkan ruangan ini menjadi station hall seperti yang kita kerap temui di Singapura atau Hong Kong.



Puncak kunjungan kami tentu saja terjadi saat kami dibawa ke main attraction of the visit: the famous underground tunnel! Sepertinya lokasi ini sudah jadi instagrammable spot banget untuk orang-orang yang beruntung punya kesempatan untuk mengunjungi proyek MRT Jakarta seperti kita-kita. Jadi tanpa dikomando lagi, rombongan sudah terpencar menjadi kelompok-kelompok yang sibuk selfie, wefie atau apalah namanya itu. Penjelasan Bapak Tour Guide dari MRT Jakarta jadi sejenak terlupakan, demi kepentingan untuk eksis! Maaf ya Pak 😊




Akhirnya setelah selama kurang lebih 2 jam berkeliling underground tunnel dan cikal bakal Bundaran HI, saya dan rombongan kembali ke permukaan kota Jakarta, di samping Wisma Nusantara, dengan perasaan yang campur baur. Ada rasa bangga, melihat teman-teman karyawan muda MRT Jakarta bekerja keras demi mewujudkan salah satu mimpi warga Jakarta. Ada pula rasa senang, membayangkan dalam 2 tahun, saya dapat naik MRT dari stasiun Cilandak dekat rumah saya ke Bundaran HI tanpa pusing soal macet. Walau ada pula rasa gregetan, kenapa ya bangsa ini susah banget diajak maju. Untuk merealisasikan MRT seperti ini aja lama banget. Untung bangsa ini memiliki Pak Jokowi dan Pak Ahok yang nekat jalan terus merealisasikan wacana yang sudah lama sekali tertunda. Dan untung kita memiliki teman-teman muda seperti Pak Agung dan segenap karyawan MRT Indonesia yang rela bekerja siang malam untuk memenuhi target operasionalisasi MRT Jakarta di tahun 2019. Terima kasih!
Akhirnya, melihat progress pembangunan yang membangkitkan optimisme ini, mungkin sudah saatnya kita merubah singkatan notorious MRT dari “Masih Rapat Terus” menjadi “Mimpi Rasanya Terwujud!”.
Insya Allah. Aamiin.