
Ternyata banyak yang tertarik dengan pengalaman saya dan keluarga berlibur ke Labuan Bajo-Komodo barusan. Unggahan saya di media sosial banyak mendapat sambutan, terutama banyak yang menanyakan soal kapal tempat kita berlayar mengarungi kepulauan Komodo dan Flores. Hidup di kapal gitu? Gimana kamarnya? Ber-AC? Kamar mandinya gimana? Makan disediain?
Nah, moga-moga tulisan ini bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Sorry my blog readers, I don’t write this in english, as all of the questions are coming from my Indonesian friends. So please google translate if you wish 🙂Sebetulnya menikmati keindahan alam Labuan Bajo, Komodo dan sekitarnya ini tidak harus dengan konsep live on board (LOB – hidup di kapal) seperti yang kami alami. Pilihan lain adalah menginap di hotel di Labuan Bajo, dan setiap hari berangkat pulang pergi naik kapal dari pelabuhan. Rata-rata waktu tempuh ke pulau sekitar Labuan Bajo adalah 1-2 jam, jadi pilihan seperti ini juga sangat memungkinkan. Tapi menurut saya, you would miss half the fun.

Karena saat-saat terbaik hidup di kapal menurut saya adalah saat sunrise dan sunset. Somehow, pada saat itu suasana terasa tenang dan damai. Di tengah laut dalam landscape kepulauan Flores yang unik bersabana, bertambah indah dengan munculnya sinar matahari yang menguning/memerah. Apalagi disambi menyeruput kopi Flores yang keras nan nikmat. Haduh, saya tak henti henti mengucap Alhamdulillah.


Sebagai seseorang yang dibesarkan di kota kecil pada tepi pantai di Bontang, Kalimantan Timur, laut adalah pekarangan rumah masa kecilku. Hampir setiap minggu Papa mengajak saya dan saudara-saudara saya main ke laut. Apakah itu untuk memancing, ataupun berenang di daerah terumbu karang dangkal untuk mencari ikan hias. Hidup di kapal membangkitkan kenangan masa kecil tersebut. Setiap saat saat berlabuh di pulau atau mengunjungi perairan dangkal saya tinggal loncat dari dek kapal dan bertemu teman-teman lama saya: ikan anemone, ikan maling (my big brother and sister know which one they are) ataupun bulu babi. Hehehe.

Bagi Rafif, anak laki-lakiku, hidup di kapal juga memberikan pengalaman tersendiri. Sebagai seorang anak yang lebih senang di kamar dan sibuk dengan komputer, imajinasi menggambar dan games nya, ternyata berada di kapal memperlihatkan “bakat keturunan”nya sebagai anak laut. Karena setiap hari punya kesempatan, Rafif selalu ikut terjun bersamaku. Berbekal kemampuan renangnya yang sudah sangat mumpuni karena ‘dipaksa’ sang Mama untuk ikut klub renang selama dua tahun di sekolah, di laut lepas sekalipun, Rafif enggan snorkling memakai life vest. Alasannya? “Agar bisa nyelam pah dan lihat ikan lebih dekat”. Way to go son. You got my blood. Tinggal mamanya yang kuatir kalau Rafif berenang terlalu jauh 🙂
Dan Rafif pun menjadi ‘kesayangan’ crew kapal. Di kapal yang kita naiki ini ada 5 crew: 1 kapten, 1 mekanik, 1 koki, dan 2 orang kelasi, yang basically adalah helpers, tukang bersih-bersih dan apapun itu. Selama 4 hari di kapal, Rafif yang paling akrab dengan para crew ini. Tak jarang Rafif duduk di ruangan belakang kapal bersama crew kapal, yang kemudian memberikan pengalaman dan ketrampilan baru buat dia: memancing. Bahkan suatu hari, seorang crew kapal berteriak-teriak memanggil saya dan Elok yang sedang bersantai di ruang makan, memberi kabar Rafif berhasil mendapatkan ikan pertamanya. Lumayan besar lagi. Haha. Kalau kamu tahu dek, almarhum Eyang mu (Papa ku) adalah seorang yang gila mancing. Hampir setiap minggu mancing. Pulang kantor dari jaga malam, beliau juga bela-belain mancing dulu sebelum pulang. Kulkas rumah penuh dengan hasil pancingannya, padahal sudah banyak yang dibagikan gratis ke tetangga. Sampai kemudian hobinya ini stop sama sekali saat lahirnya adek terkecil (Chita). Now probably Rafif has that blood running in himself as well!

Lah, jadi kemana-mana ceritanya. Oke kembali ke laptop, eh kapal.
Kapal kami ini berukuran 3 meter lebar dan 21 meter panjang. Tidak sebesar kapal phinisi yang punya dua tiang layar. Kapal ini hanya bergantung pada mesin, tidak bisa berlayar. Selain 5 crew di atas, maksimal penumpang yang dapat ditampung adalah 10 orang. Kapal punya 3 kamar tidur, yang dua dapat ditiduri 4 orang, yang satu hanya 2 orang. Setiap kamar ber-AC dan dibekali selimut yang hangat. Tidur tidak menjadi masalah bagi keluarga kami, semuanya bisa tidur dengan nyenyak dan nyaman. Mungkin juga terbantu dengan kondisi laut pada bulan Juni-Juli yang relatif tenang.


Untuk penumpang, ada satu kamar mandi. Well, don’t expect a luxurious bathroom seperti di hotel ya. Untuk air tawar pun dijatah, hanya untuk mandi dan wudhu. Untuk toilet flush, crew akan menyediakan air laut yang ditampung di ember. Tapi overall cukup bersih kok. Awalnya saya sempat kuatir anak-anak akan susah menyesuaikan diri karena masalah toilet dan air ini. Tapi ternyata tidak. Pengalaman Aya dan Rafif mengikuti “service learning” di sekolahnya, dimana mengharuskan mereka untuk hidup bersama warga desa (atau pada kasus Aya benar-benar tinggal di sampan Kalimantan yang lebih sederhana dari kapal kami), ternyata membantu mereka untuk menyesuaikan diri untuk hidup di kapal. No problemo whatsoever.

Ruangan lain yang menjadi favorit keluarga kami adalah ruang upper deck di atas kapal. Dimana disediakan empat kursi santai dan 2 matras untuk bersantai-santai berjemur di bawah terik matahari Flores. Kendati sering berangin, dan bahkan cukup menggigit dinginnya di malam hari, Aya sangat gemar menghabiskan waktunya membaca buku di upper deck ini. Upper deck ini juga benar-benar serba guna, selain untuk tempat melihat-lihat pemandangan sekitar, juga menjadi tempat ideal untuk menerbangkan drone, sampai tempat untuk kita sholat. Nah khusus untuk sholat, I tell you what, sungguh nikmat mengucap syukur kepada Allah terhadap keindahan alam dan rejeki dari Nya, sambil berada di tengah laut yang sepi nan mempesona. You just felt closer to him.



Dan last but not least, tentu saja ruang makan. Terletak di depan ruangan kendali Kapten kapal, dan di bagian depan kapal, ruang makan menjadi tempat berkumpul kami sekeluarga. Berenang, mencari komodo dan memanjat bukit di sini benar-benar menguras tenaga dan membuat kita terus menerus lapar. Alhamdulillah, kapal ini dibekali oleh seorang koki yang pintar memasak dan makanannya enak-enak! Makanan hadir tiga kali sehari. Typical menu adalah sarapan pagi dengan nasi goreng (plus telur ceplok), makan siang dengan ayam goreng dan kangkung khas Flores, dan makan malam dengan ikan bakar dan tumis udang. Tentu saja setiap hari berganti menu. Belum lagi sore-sore kami dipanggil karena ada hidangan pisang goreng untuk menemani kopi dan teh saat menanti sunset. Oh ya, di meja makan ini juga selalu tersedia kopi Flores, teh dan air panas di dalam termos yang siap seduh. Jadi kalau lagi kedinginan habis berenang atau kena angin malam, tinggal buat kopi atau teh, nikmat kan? Duh, mengingatnya lagi membuat saya pengen balik, hehehe.



Nah sekarang soal biaya. Terus terang memang menyewa kapal secara private tidak murah. Biasanya sewa kapal ini sudah dipaketkan dengan paket wisata Komodo dari Labuan Bajo. Untuk Paket Trip Sailing Komodo 4D3N (4 hari 3 malam), kami bayar sekitar Rp. 25 juta rupiah. Belum termasuk tiket pesawat. Tapi sudah termasuk hotel satu malam di Labuan Bajo, biaya untuk ke obyek wisata dan makan yang saya jelaskan di atas. Jadi jatuhnya kita berempat sekitar Rp 6.5 juta per pax. Nah, karena kapasitas kapal maksimal adalah 10 orang, saya yakin jatuhnya akan lebih murah kalau kita bisa pergi berombongan, atau janjian dengan keluarga lain.
Dan tentu saja, kapal yang kami tumpangi bukan yang termahal, dan juga bukan yang termurah. Kalau mau lebih murah, ada tipe LOB dengan kapal tanpa kamar. Jadi rame-rame duduk dan tidur di geladak yang beratap namun tidak berdinding. Kalau malam saja, geladak kemudian ditutupi terpal untuk menghalangi angin. Kemarin kebetulan di Giri Lawa sempat bersandar di pantai bersebelahan dengan kapal jenis ini. Mungkin lebih cocok untuk teman-teman yang suka backpacker-an.
Nah kalau mau yang lebih mahal, ini lebih banyak lagi. Salah satunya adalah dengan naik kapal sekelas phinisi. Biasanya dijual seharga Rp 9.5 juta per pax untuk 4D3N. Dengan harga segitu, bisa dapat kamar tidur yang lebih mewah, kamar mandi lebih bagus, dan tempat makan dan leyeh-leyeh yang lebih nyaman. Plus karena kapal lebih besar, lebih tidak mudah diombang ambingkan ombak. Mungkin aspek yang perlu diperhatikan kalau rencana untuk ke Komodo di bulan Oktober sampai Januari, dimana angin lebih kencang dan ombak lebih besar.
Demikian pengalaman dan informasi yang bisa saya bagikan dari pengalaman saya berlibur ke Komodo kemarin. Terus terang, it was one of the best holiday ever, in my opinion. Kembalinya kenangan masa kecil untuk hidup dekat dengan laut, dan menikmati quality time dengan keluarga di lokasi yang menawan, merupakan suatu pengalaman yang tidak bisa diukur nilainya dengan uang. Kalau Anda sekarang sedang pikir-pikir untuk liburan, dan mempertimbangkan Komodo sebagai salah satu tujuan Anda, tanpa keraguan sedikitpun saya akan sangat merekomendasikannya. Go get your tickets and fly there! Insya Allah menyenangkan dan berkesan.

PS: Baca selengkapnya cerita liburan saya di Labuan Bajo dan Komodo pada tautan ini
Dan saksikan video singkat oleh-oleh dari liburan yang berkesan ini di YouTube:
hai boleh minta cp kapalnya ngga? makasih
Hi, bisa hubungi Dimaz +62 813 98807777. Thanks