
Saya selalu penasaran untuk mendaki ke Km 0 menggunakan Road Bike. Beberapa bulan lalu memang pernah gowes ke sini. Tapi pakai sepeda lipat Brompton bersama Rafif. Dengan Batman CHPT3 yang notabene cuma 2 gears, menaklukkan Km 0 terasa sangat berat.
Akhirnya hari Jumat kemarin niat itu kesampaian. Menginap di Rancamaya, saya pagi-pagi berangkat ke Sentul naik mobil. Parkir di ruko Bakmi Golek, dan mulai start menanjak dari sana.
Kali ini saya memutuskan untuk menempuh jalur berbeda ke Km 0. Kalau sebelumnya lewat kawasan Bukit Pelangi, kali ini saya mau coba lewat Taman Budaya-Bojong Koneng. Asal mulanya karena sehari sebelumnya saya menyusul teman-teman rombongan T-4 yang bersepeda dari Citos ke Taman Budaya Sentul. Nah tanjakan Sentul Taman Budaya ini ternyata nagih. Jalannya lebar dan mulus. Pemandangan bagus, dan tanjakannya masih relatif reasonable.

Karenanya saya putuskan untuk mengulangi tanjakan ini, sekaligus ke Km 0. Walaupun saya sudah beberapa kali mendengar kalau rute ini jauh lebih berat daripada rute Bukit Pelangi. Tapi saya nekat. Toh pakai road bike, pikir saya. Pasti bisa lah.
Ternyata saya keliru.
Rute lewat Bojong Koneng ini ternyata memang benar-benar lebih berat. Kalau lewat Bukit Pelangi rata-rata gradiennya adalah 6%, lewat jalur ini gradien mencapai 8.4%. Tanjakan terberat bahkan ada yang 11.9%. Kalau di Bukit Pelangi terberatnya ‘hanya’ 9%.

Jadilah saya sukses berapa kali menuntun road bike saya di tanjakan berat ini. Dan saya juga melakukan kesalahan dengan mengenakan sepatu racing cleat yang notabene agak susah dilepas di saat kecepatan rendah. Padahal saat menanjak kan banyak potensi kita harus melepas sepatu dari pedal. Apalagi untuk saya yang pertama kali lewat jalur ini, belum bisa menakar berat dan panjang tanjakan. Jadilah saya was was dalam menanjak, lebih baik menuntun, daripada “jatuh bego” karena tidak bisa lepas cleat dari pedal.
Tapi terlepas dari itu semua, perjalanan sebetulnya cukup mengasyikkan. Jalurnya lebih pendek dari rute Bukit Pelangi. Hanya 10 km. Pemandangan sekeliling lumayan cakep, dan jalanan tidak seramai jalur Bukit Pelangi. Saya sempat berhenti di beberapa spot untuk mengabadikan pemandangan dan momen. Dan tentunya, untuk menarik nafas dari tanjakan “jahanam”.


Ngomong-ngomong soal tanjakan jahanam, salah satunya di rute ini diberi nama oleh goweser “Taubatan Nasuha”. Karena di tengah tanjakan ini kita melewati Pondok Pesantren “Taubatan Nasuha”. Nama yang sangat pantas. Karena banyak goweser, termasuk saya, yang mungkin taubat untuk lewat jalur ini lagi.
Mungkin. Atau paling nggak, kalau mau mengulangi, tidak pakai racing cleat lagi ☺️

Your blog is amazing 🙂
Thank you for your appreciation 🙏
blogger sepeda panutan…RB nya cakep
Terima kasih oom.. ☺️🙏