Dua Malam di Doha

Atas: saya di depan Stadion Khalifa Doha. Bawah: pesawat Boeing 787 Dreamliner Qatar Airways

Sebetulnya cerita ini sudah lama. Tepat dua tahun lalu, di bulan April 2019. Tapi karena dua tahun lalu kunjungan saya ke Doha dikategorikan semi rahasia, jadi saya tidak sharing kemana-mana.

Kunjungan saya ke Doha sebetulnya dalam rangka proses saya bergabung dengan Qatar National Bank (QNB) yang kantor pusatnya di sana. Dalam proses interview, saya diundang untuk bertemu dengan calon boss gede saya di sana, sekalian untuk mengunjungi kantor pusat.

Sebagaimana layaknya bank yang beroperasi di Timur Tengah, kantor saya ini juga libur weekend-nya di hari Jumat-Sabtu. Jadi Sunday is their Monday. Saya diundang untuk serangkaian pertemuan wawancara di hari Minggu. Hal ini menguntungkan saya. Karena saya bisa memanfaatkan waktu weekend saya untuk berangkat ke sana. Maklum, saat itu saya juga masih bekerja di tempat saya yang lama. Jadi harus ambil cuti.

Jadilah saya berangkat hari Sabtu pagi. Sampai Doha sore hari. Minggu pagi saya selesaikan semua proses wawancara, dan Senin pagi sudah terbang kembali ke Jakarta.

Saya terbang dengan Qatar Airways. Memakai kelas bisnis. Dan yang saya senang, naik Boeing 787 Dreamliner. Salah satu pesawat favorit saya. Qatar Airways adalah salah satu maskapai top dunia. Kelas bisnisnya pun dikenal sebagai salah satu business class terbaik. Konfigurasi tempat duduknya menjamin privasi dengan desain semi kompartemen. Dilengkapi dengan hiburan entertainment centre canggih, dan tentu saja layanan bintang lima. Tak heran saat saya terbang, saya satu pesawat dengan beberapa pesohor dan pejabat Indonesia. Salah satunya petinggi Pertamina yang duduk tepat di depan saya. Yah mungkin testimoni kalau terbang dengan Qatar Airways jaminan mutu.

Di atas B787 Dreamliner Qatar Airways

Sesampainya di Hamad International Airport Doha, saya sudah dijemput sopir yang diutus perusahaan. Dijemput menggunakan mobil sedan papan atas, walaupun bukan keluaran terbaru. Serasa boss, saya duduk di belakang dan menikmati perjalanan dari airport menuju hotel.

Doha pada pandangan pertama terlihat mirip seperti Dubai. Sebuah landskap padang pasir yang disulap menjadi kota metropolis. Di kiri-kanan banyak terlihat proyek pembangunan. Saya sempat berbincang dengan sopir yang menjemput saya. Ia, sebagaimana banyak blue collar workers di sini, datang dari Asia Selatan. Tepatnya dari Bangladesh. Ia bercerita banyaknya proyek di Doha karena Doha sedang giat mempersiapkan World Cup 2022. Dari mulai stadion, hotel sampai MRT dibangun. Saking banyaknya dia sempat menyeletuk, “saya nggak tahu setelah World Cup, pada mau kerja apa mereka?” Good question.

Sekitar 30 menit saya sampai di hotel saya. Saya dipesankan kamar di Sharq Village & Spa. Hotel bintang 5 yang dikelola Ritz Carlton. Saya sampai hotel menjelang maghrib. Walau langit sudah menggelap, saya masih bisa sedikit melihat sekeliling. Hotel saya arsitekturnya seperti rumah tradisional warga Timur Tengah. Kompleksnya cukup luas. Untuk menuju kamar saya, saya harus berjalan di luar gedung lobby utama untuk menuju salah satu villa. Satu villa terdapat mungkin sekitar 6-8 kamar, termasuk kamar saya. Bagus sih desainnya, khas daerah sini. Kesannya saya sedang berada di tengah compound di padang pasir. Eh, bukan kesannya ding… Memang benar di tengah padang pasir 🙂

Hote saya Sharq Ritz Carlton Doha

Keesokan harinya, saya ke kantor QNB. Kantornya terletak di kawasan bisnis yang memang jadi lokasi banyak perusahaan. Kesan pertama: gersang, kering, berdebu. Mobil-mobil yang rata-rata berwarna putih terlihat berserakan parkir di setiap sudut jalan.

Doha, seperti Dubai, adalah kota yang dibangun untuk pengendara mobil. Walaupun MRT sedang dibangun, banyak warga Doha yang menyangsikan setelah World Cup 2022 nanti MRT tersebut akan dipakai. Karena ya itu, sangat jarang menemukan warga Doha yang berjalan kaki. Karena infrastruktur dan gedungnya memang tidak didesain untuk pejalan kaki. Berbeda dengan Hong Kong atau Singapura. Hampir semua orang pakai mobil. Oleh karenanya pemandangan lapangan parkir penuh sesak jadi jamak di sini.

Masuk ke dalam, interior kantor tidak berbeda dengan kantor-kantor perusahaan multinasional pada umumnya. Yang membedakan, banyak saya temukan karyawan bank mengenakan baju dan kifayeh putih. Iya lah, itu kan pakaian nasional Qatar. Yah, kalau kita ya Batik gitu.

Seharian saya habiskan untuk mengikuti proses wawancara. Mulai dari jam 8 pagi. Tapi jangan salah, “seharian” di Qatar sini hanya sampai jam 14.30.

Suasana kantor di Doha

Ya jam kerja di Doha dimulai lebih awal. Jam 07.00. Dan berakhir di jam 14.30. Dengan istirahat siang hanya 30 menit. Ritual kerja di kantoran di sini tidak mengenal “makan siang”. Apalagi long lunch yang sering dilakukan pekerja kantoran di Jakarta untuk sekalian unwind siang-siang.

Pukul 15.00 setelah selesai seluruh proses wawancara, saya diajak Raschid, kolega saya di Doha untuk melihat kondisi kantor sekeliling.

Tidak ada orang. Semua sudah pulang.

Raschid berujar, “ini makanya ekspatriat di Doha umumnya betah-betah. Quality of life is good. Pulang kantor sekitar jam 15.00, mereka masih bisa jemput anak sekolah jam 15.30. Lalu meluangkan sore bersama”. Wah betul juga. “Enak bener”, gumam saya sambil membayangkan sore di Jakarta yang seringkali berkutat dengan kemacetan pulang kantor. Beda nasib.

Akhirnya setelah selesai semua urusan, saya kembali ke hotel. Doha di bulan April masih transisi dari musim dingin ke musim panas. Jadi temperaturnya sudah mulai menghangat. Tapi sore hari jadi waktu ideal untuk orang-orang bersantai di pantai. Atau di kolam renang. Karena memang tidak ada agenda apa-apa saya lalu berenang. Bersama dengan banyak tamu hotel ataupun warga Doha yang sedang bersantai di pinggir kolam hotel. Yah hitung-hitung menikmati life style ala Doha. Hehehe.

Bersantai sore di kolam renang hotel

Nah, malamnya saya ada agenda seru. Kok ndilalah saya menemukan jadwal kalau sedang ada Kejuaran Atletik Asia di Doha. Dan malam ini, ada partai final lari 100 meter, di mana sprinter jagoan Indonesia, Lalu Muhammad Zohri, akan berlaga. Jadwalnya jam 8 malam. Jadilah saya berniat untuk menonton langsung.

Tapi sebelum ke event pertandingan di Stadion Khalifa, saya mencari makan dulu. Dan karena ini malam terakhir di Doha, saya memutuskan untuk cari makan di Corniche, pusat kota Doha.

Skyline Corniche Doha di kejauhan dilihat dari jendela taksi saya
Di City Center Mall of Doha

Letak hotel saya agak jauh dari Corniche. Harus naik taksi sekitar 20 menit. Saya menuju ke City Center Mall Doha, salah satu mall terbesar dan terpopuler di Doha. Mall-nya sendiri tidak terlalu istimewa. Terus terang saya membayangkan akan mewah seperti di Dubai. Ternyata tidak. Biasa saja. Jadilah saya cuma jalan-jalan sebentar dan makan di salah satu gerai fast food di situ.

Selepas makan, saya kembali naik taksi menuju Stadion Khalifa. Jarak dari Mall ke stadion 15 km. Cukup jauh. Stadion Khalifa sebetulnya sudah dibangun sejak tahun 1976. Tapi baru saja diperbaharui karena juga akan jadi salah satu venue untuk World Cup 2022. Yah itung-itung inspeksi stadion. Insya Allah nanti tahun 2022 ke sini lagi untuk nonton Piala Dunia.. Aamiin. Hehehe.

Menyaksikan Kejuaraan Atletik Asia 2019 di Stadion Khalifa Doha

Saya sampai di Stadion jam 19.15. Sempat foto-foto dulu sebelum mencari pintu masuk ke dalam stadion. Event Kejuaraan Atletik Asia ini gratis. Dan memang, sedikit sekali yang menonton. Secara Qatar bukan negara besar. Jumlah penduduknya saja sekitar 2.5 juta. Doha sendiri tidak sampai 1 juta penduduknya. Jadi tidak mengherankan, sungguh sulit untuk mengisi penuh satu stadion sepakbola yang notabene berkapasitas 30.000-50.000. Apalagi untuk event Kejuaraan Atletik seperti ini.

Singkat kata, di jam 20.00 event yang saya nanti dimulai. Zohrie bersama dengan finalis lari 100 meter lain muncul di lintasan. Melakukan pemanasan. Bersiap-siap untuk lomba. Saya duduk di samping beberapa orang Jepang yang tampaknya juga karyawan di Doha. Soalnya masih pakai baju kantor. Ada juga terlihat beberapa orang Indonesia duduk di tribun agak jauh dari saya. Pastinya ekspatriat WNI yang khusus datang ke stadion untuk menyemangati Zohri.

Maklum, nama Zohri sedang menjulang. Ia mendulang emas saat Asian Games di Jakarta tahun 2018 silam. Sudah lama kita tidak memiliki sprinter yang punya prestasi di level Asia. Terakhir kalau tidak salah Mardi Lestari. Sudah lama sekali.

Zohri start di lintasan tengah. Bekal dari hasil bagus di Semifinal yang menempatkan dia di nomor dua tercepat setelah sprinter Jepang. Yang start di sampingnya. Namanya siapa saya lupa.

Sesaat pistol tanda start meletus, Zohri melesat sendirian. Meninggalkan lawan-lawannya di belakang. Saya berteriak histeris, “Zohriii… Zohriii… Zohriii….!!”

Perlombaan seru Final Sprint 100 meter Kejuaraan Atletik Asia Doha 2019

Tapi apa daya, di 20 meter terakhir sang sprinter Jepang sanggup menyusul Zohri. Zohri akhirnya finish di urutan kedua. Tapi kabar baiknya, ia memecahkan rekor nasional. Dengan catatan waktu 10.13. Pencapaian yang cukup membanggakan. Dan saya bersyukur bisa menyaksikan langsung di Doha.

Selesai pertandingan, saya bergegas pulang. Karena mendung menggayut, tampak sudah mau hujan. Tapi saat saya hendak meninggalkan stadion saya melihat sekelompok orang Indonesia yang tadi ikut menonton berkumpul di pelataran stadion. Mereka adalah WN Indonesia yang bekerja di Doha. Rupanya menunggu Zohri. Saya jadi mengurungkan kepulangan saya dulu. Ikut menunggu sang bintang baru. Sambil foto-foto bersama.

Bersama dengan warga negara Indonesia di Doha seusai mendukung Zohri

Sayangnya menunggu 30 menit, tak ada tanda Zohri akan keluar. Kabarnya ia masih harus menjalani serangkaian tes doping. Jadilah kemudian saya beringsut pulang. Takut terlalu malam, susah mendapatkan taksi. Secara batere HP saya juga sudah mau mati, dan lokasi stadion yang cukup jauh dari hotel.

Keesokan harinya saya terbang kembali ke Jakarta. Sungguh dua hari yang cukup berkesan di Doha. Walaupun kini saya sudah tidak lagi bekerja bersama QNB, namun Doha dan Qatar meninggalkan kesan tersendiri bagi saya. Semoga saya bisa kembali lagi ke Doha, untuk menyaksikan perhelatan Piala Dunia di tahun 2022. Insya Allah, Aamiin!

Bye Doha! See you in 2022!

7 Comments Add yours

  1. Dasar anake Niniek, ceritanya enak dibaca dan perlu!

    1. ibenimages says:

      Hahaha suwuun Mas ku ☺️🙏

  2. Winny says:

    Hehehe..misi rahasia dlm 2 hari ke Mabes ya Mas..lucky you..udah ketemu para majikan disana..lengkap dgn fasilitas terbaiknya..walopun jodohnya ga lama ya 😁😁😁

    1. ibenimages says:

      Hehehe iya Win.. sebetulnya happy kerja di QNB.. boss dan temen di Doha juga baik2.. sayang memang tidak bisa lama.. sudah suratan takdir ☺️🙏

  3. mysukmana says:

    negara timur tengah yang modern sekali ya om..
    suhu gimana om disana, panas yak…keliatan kering gitu rona wajah om iben hehe

    1. ibenimages says:

      Ya Mas modern. Sebetulnya tidak terlalu panas di bulan April… 30an Celcius.. mulai masuk summer..

Leave a reply to Winny Cancel reply