
Mungkin hanya saudara dan beberapa teman yang tahu, kalau Mas Oyi meninggalkan kenangan yang abadi untuk saya: seorang istri.
Ceritanya adalah saat Mas Oyi kuliah di Universitas Diponegoro Semarang. Saya juga sempat setahun kuliah di Undip, sebelum akhirnya pindah ke Jogja. Kuliah di UGM.
Ternyata kepindahan saya ke Jogja cukup membuat kangen Mas Oyi dengan adiknya. Karena sejak saya pindah ke Jogja saya jarang sekali pulang ke Semarang.
Berdiskusi dengan Mbak Utami Pangestuti, yang waktu itu masih jadi pacar, mereka beride untuk menjodohkan saya dengan teman kos Mbak Ut. Namanya Elok. Anak Jakarta yang kuliah di Ilmu Komunikasi Undip. Bayangannya adalah kalau punya pacar di Semarang, saya akan bakalan sering pulang ke Semarang dan ketemu Mas Oyi.
Jadilah kemudian dirancang perkenalan pertama. Momennya adalah perayaan ulang tahun Mas Oyi di rumah Semarang. Mbak Ut datang mengajak teman kosnya, Elok. Saya diminta Mas Oyi datang ke Semarang untuk hadir. Disitulah saat pertama saya bertemu dengan Elok.

Besoknya, masih dalam rangka pencomblangan, Mas Oyi dan Mbak Ut mengajak kita berdua nonton film. Filmnya kalau nggak salah “Single White Female”. Nontonnya di Studio 21, PRPP Semarang. Setelah itu kita sempat jalan sebentar untuk foto-foto di sekitar PRPP. Sepanjang waktu tersebut, saya manfaatkan untuk bisa ngobrol dengan si anak Komunikasi. Anaknya tipe saya, charming, enak diajak ngobrol, walaupun pilihannya terhadap roti isi baso saya nggak bisa mengerti. Hehehe.
Setelah itu saya naik bis kembali ke Jogja. Walaupun sebagian hati memang tertinggal pada si anak Komunikasi di Semarang .
Singkat cerita, setelah beberapa pertemuan lanjutan, surat menyurat, sebulan kemudian, kita jadian. Tanggal 24 Februari 1993. Tepat 29 tahun yang lalu.
Nggak menyangka kalau hubungan tersebut berlanjut sampai pelaminan. Mengingat saat jadian kayaknya kita berdua nggak yakin-yakin amat. Tapi idiom popular di kalangan anak muda saat ini “dijalanin aja dulu” ternyata benar adanya. Karena ternyata “jalanin aja dulu” itu berlanjut ke pelaminan. Berbuah dua orang anak. Penuh kasih sayang sampai sekarang. Alhamdulillah.

Itulah kenangan dan peninggalan Mas Oyi. Dan Mbak Ut tentunya. Mereka tercatat sukses sebagai Mak Comblang. Walaupun sejatinya, keinginan Mas Oyi saat itu untuk lebih sering ketemu dengan Adiknya kurang berhasil. Keluhnya saat itu, “Iben itu pulang ke Semarang cuman buat ngapelin Elok. Habis pacaran, pulang-pulang ke rumah sudah malam. Ngantuk, tidur dia. Besoknya pagi-pagi sudah ngapelin Elok lagi, trus langsung pulang ke Jogja siangnya”. Hehehe.
Terima kasih ya Mas Oyi dan Mbak Ut yang sudah merubah garis hidup kita berdua. Istirahat yang tenang ya Mas. I’m sure you’re smiling now from above and happy to see us.
Serial tulisan kenangan kepada abangku Mas Oyi. Sekaligus penanda 29 tahun “Dating Anniversary” dengan Elok. Seperti kata Mbak Ut, “menulis mengikat kenangan” ya Mbak?
