
Entah rejeki apa tadi malam, kok saya tumben-tumbennya mantengin sidang gugatan Pemilu Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal sebelumnya belum pernah sama sekali. Berawal dari browsing video-video YouTube sebelum tidur, berujung ke kanal live Metro TV dari Gedung MK.
Saat itu saksi dari kubu 02, yaitu Mbak Nur sedang ditanyai hakim. Saksi dari daerah Winongsari, Boyolali, Jawa Tengah ini ditanyai kronologis kesaksiannya yang merasa “diancam” oleh aparat desa tempatnya berasal. Karena Mbak Nur memvideokan kejadian saat ada 15 surat suara yang dicoblos oleh KPPS.
Hakim MK menanyakan secara detail dan runut. Saya mulai tertarik mengikuti, karena Pak Hakim Suhartoyo dengan aksen Jawa nya yang kental dengan sabar mendalami kesaksian Mbak Nur. Seperti Bapak menanyai anaknya.
Tapi entah kenapa Mbak Nur penampilannya kurang menyakinkan. Apakah karena sudah lelah menunggu dari pagi, atau tertekan beban mental. Wajahnya terlihat kuyu dan vokalnya kurang bersemangat. Apalagi saat ditanya detil bagaimana ancaman yang diterima. Yang ternyata ancaman didapat “dari cerita teman”. Dan beliau sendiri tidak merasa mendapat ancama serius karena tidak mendengar langsung.
Lha iki piye? Kok gitu diadukan ke sidang terhormat? Saksi kok enggak menyakinkan begini? Saya mulai terhibur.
Apalagi kemudian hadir saksi berikutnya: Mbak Beti yang fenomenal dari Teras, Boyolali. Mbak Beti ini rajin menjawab pertanyaan Pak Hakim dengan “Betul” menggunakan aksen Jawa yang kental.

Sama dengan Mbak Nur, kesaksiannya pun meragukan untuk dapat dibuktikan sebagai fakta kecurangan.
Mbak Beti mengadukan adanya tumpukan “sampah” amplop pembungkus surat suara di salah satu Kecamatan. Menurut pengakuannya sampahnya menggunung, berjumlah lebih dari empat karung. Sebagai relawan 02, Mbak Beti berinisiatif mengambil sampel amplop, karena menduga hal ini jadi bukti kecurangan. Yakni berupa pemusnahan dokumen negara dari Petugas Pemilu Kecamatan (PPK).
Menurut KPU dan PPK, tumpukan amplop tersebut memang adalah sisa amplop yang tidak terpakai. Terbukti tidak ada bekas lem pernah terpakai. Dan tidak ada tulisan jumlah kotak suara yang dimasukkan di dalam amplop.
Setelah diperiksa barang bukti oleh KPU dan Hakim MK, malah terkuak dugaan lain. Amplop yang dibawa oleh Mbak Beti tersebut ditengarai KPU ditulis tangan oleh orang yang sama, karena tulisan mirip. Padahal berasal dari beberapa KPS. Dicurigai malah pemalsuan bukti. Nah lho.
Terakhir, saksi Mas Hartanto yang mengadukan bukti berupa video. Rekaman pada tanggal 31 Maret 2019, yaitu pertemuan Bupati Karanganyar, Yuliatmono, bersama ribuan orang di Gedung Wanita Karanganyar. Di sana disebutkan Pak Bupati mendeklarasikan dukungan kemenangan untuk Capres 01 pada Pemilu 17 April 2019.
Yang dipersoalkan adalah ketidaknetralan Pak Bupati sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Dan deklarasi tersebut dilaksanakan di Gedung Wanita, yang notabene adalah gedung milik pemerintah kabupaten. Penggunaan jabatan dan fasilitas negara! Mungkin begitu tuduhannya.
Kenyataannya, dalam pendalaman kesaksian oleh para Hakim MK, ternyata tanggal 31 Maret 2019 saat deklarasi tersebut adalah pada hari Minggu. Dan hari tersebut bukan merupakan hari kerja bagi sang Bupati (secara perundang-undangan Pejabat Negara diperbolehkan kampanye di saat hari tidak efektif bekerja). Lebih jauh, dibahas bahwa Gedung Wanita juga merupakan gedung yang dapat disewa oleh umum. Jadi tidak dapat dibuktikan juga di dalam sidang kalau Pak Bupati mempergunakan fasilitas negara untuk deklarasi tersebut.
Zonk lagi dong.
Saya terus terang heran. Kok fakta-fakta kecurangan yang dihadirkan oleh para saksi-saksi ini tidak kuat, tidak menyakinkan, malah cenderung lucu. Apakah ini kualitas bukti dan saksi terbaik yang bisa dihadirkan Kubu 02 untuk menggugat hasil Pemilu Presiden? Bagaimana pula peran tim pembela hukum 02? Apakah tidak bisa mempersiapkan para saksi lebih baik untuk menjawab pertanyaan? Atau memang “fakta-fakta” yang dihadirkan tersebut sebetulnya lebih merupakan “dugaan kecurangan”?
Entahlah. Yang jelas saya semalam terhibur. Kalau tidak ingat besok pagi kerja, saya dan istri akan terus nonton sampai subuh. Tapi akhirnya pukul 23.30 kami memutuskan untuk tidur saja. Karena berdasarkan keterangan para saksi tadi malam, kami sudah dapat menyimpulkan:
Gugatan Kubu 02 di Sidang Mahkamah Konstitusi ini benar-benar TSM: Tidak jelas, Sporadis dan Menghibur.
Sidang masih berlanjut nanti malam. Sangat direkomendasikan untuk yang butuh hiburan. Syaratnya ya sampeyan musti pemilih 01. Peace!