
Akhirnya saya menjadi kaum ‘Elite’ di Rouvy, aplikasi simulasi sepeda virtual yang saya tekuni.
Elite ini merupakan kelas keempat dari Cycling Career yang disusun Rouvy. Untuk dipromosikan naik ke setiap kelas, kita harus memenuhi serangkaian prasyarat. Di antaranya menyelesaikan challenge tertentu, mendapatkan minimum TS points, ataupun mengikuti official online race. Setelah terpenuhi, baru bisa naik ke kelas berikutnya. Semakin tinggi kelas semakin berat tantangannya.
Kalau dilihat tingkatan Cycling Career, deretannya adalah: Starter > Rookie > Talented > Elite > Regional Class > Professional > National Champion > World Class > Legend.

Nah, saya di kelas Elite. Walaupun namanya keren, tapi nyatanya belum sampai ke jenjang pertengahan. Masih ada 5 kelas di atas saya. Masih jauh perjalanan menuju Rouvy Legend. Not that I want to be on that level, though. I don’t think I have that much appetite. And energy. And talent. And skills. The list goes on and on. Haha.
Namun demikian, perlu dicatat kalau dari sekian banyak user Rouvy, hanya 1,5% dari users yang berada di level Elite. 3,8% di Talented. 91% users stop di Rookie. Kurang tertarik untuk mendedikasikan diri naik pangkat demi karir seperti saya. Halah.
Saya mulai menggeluti Rouvy ini 3 bulan. Tepatnya sejak PPKM Darurat dicanangkan menyusul tingginya tingkat penularan COVID-19 di tanah air. Aktifitas gowes yang tadinya ke Sudirman atau Kuningan pun beralih ke rute luar negeri secara virtual di Rouvy.
Jadilah kemudian saya tertambat dengan mengejar pencapaian di Rouvy. Mengikuti challenge demi challenge. Demi karir 🙂
Sampai kemudian sampai ke dua prasyarat terakhir untuk promosi ke kelas Elite: mengikuti official online racing dan menyelesaikan satu rute wajib. Saya selesaikan dengan penuh drama. Apa pasal?
Minggu lalu saya sebenarnya sudah mengikuti online official racing. Perlombaan gowes virtual sejauh 23 km. Sialnya, di tengah-tengah lomba, saat sudah melewati 2/3 perlombaan, istri saya mengirimkan foto ke saya melalui Airdrop. Secara refleks, saya membuka foto tersebut di ipad yang saya gunakan menjalankan apliasi Rouvy. Sial, ternyata hal tersebut membuat aplikasi Rouvy saya tertutup. Walaupun kemudian saya bisa kembali lagi, dan tercatat menyelesaikan rute 23 km tersebut, namun Rouvy tidak mensahkan official timing saya. Hasil lomba saya tidak sah 😦
Jadilah saya harus mengulangnya lagi kemarin. Tapi dengan cara yang lebih berat.
Pertama, karena sebetulnya saya sudah merencanakan untuk menyelesaikan prasyarat rute wajib di weekend ini. Rute yang berat, rute wajib Dronero-Colle della Fauniera. Jaraknya sih “hanya” 30,45 km . Tapi di rute ini kita harus menanjak 1.275 meter. Dan ini terjadi di paruh akhir perjalanan. Saat tenaga sudah cukup terkuras, it’s total climbing all the way. Dengan gradient yang cukup terjal dari 6-15%. Total 2 jam lebih saya menyelesaikan rute ini di hari Sabtu. Badan terasa sakit semua.

Dan kedua, dengan energi yang sudah banyak terkuras di hari Sabtu, saya memaksa diri mengikuti official online race di keesokan harinya, Minggu sore. Karena Rouvy season berakhir di akhir bulan September ini. Tidak ada waktu lagi. Dengan kesibukan kantor ke depan, saya tidak mungkin dapat meluangkan waktu di hari kerja untuk gowes virtual.
Jadilah saya mengikuti race dengan kemampuan seadanya. Target cukup finish saja. Hehehe.

Dan itulah yang terjadi, saya finish di urutan 30, dari total 40 peserta yang ikut (sebetulnya peserta yang mendaftar 50 orang, tapi beberapa tidak start dan beberapa tidak finish). I struggled to keep up the pace dengan cyclists Rouvy lain yang lebih kuat dan terlatih. Rutenya sih minim tanjakan. Cenderung datar. Tapi cukup jauh jaraknya 41,3 km. Di 10 km pertama, masih dapat berada di 20 besar. Lama kelamaan seiring dengan menurunnya stamina, akhirnya finish di urutan 30. Walaupun target saya untuk keep pace di atas 30 km per jam tercapai. Dan tentunya promosi karir ke kelas Elite.
Whatever the results, it’s a great, healthy exercise. And a great way to motivate yourself to be in shape. And I think that’s what it is all about.