
Our empty nest is no longer empty. At least for a while.
Ya, akhirnya setelah 10 hari menjalani karantina di salah satu hotel di Jakarta, Rafif, anak kami yang kuliah di Singapura kembali ke rumah.
Memang hanya untuk sementara. Karena di awal Januari nanti Rafif harus kembali ke Singapura melanjutkan studinya.
Tapi paling tidak bagi kami, ini sangat menggembirakan.
Dulu, saat kami memutuskan untuk mengirim Rafif kuliah di Singapura, salah satu pertimbangan kami adalah kedekatan jarak.
“Don’t worry son, if you feel homesick, you can always hop to a plane, and go to Jakarta for weekend”
Teorinya. Kenyataan ya tak semudah itu. Kuliahnya sangat sibuk. Dan saat COVID-19 menerjang, jarak Jakarta-Singapura menjadi sangat jauh. Karena rangkaian tutup border dan karantina, Rafif pun 1,5 tahun ini tidak bisa pulang ke rumah. Baru kemarin ini.

Jadilah weekend ini kita pakai untuk menyambut kedatangan Rafif ke Jakarta.
Kalau kemarin kita ajak Rafif bertemu Eyangnya di Bambu Apus, maka hari ini kita seharian ketemuan dengan saudara-saudara dari keluarga saya.
Pagi hari, kita janjian olahraga di Gelora Bung Karno. Rafif, yang juga lumayan menggemari jogging, menemani saya dan Elok lari mengelilingi GBK. Lumayan lah, saya dapat 8 km, Rafif dan Elok 5 km.

Usai jogging, kami beringsut ke Jalan Sabang. Menemui Mas Oyi (kakak saya) dan saudara sepupu lain yang selesai gowes di daerah Kota Tua dan Sunter. Sarapan bersama di Atjeh Connection.
Siang harinya, saya mengajak keluarga saya untuk makan siang bersama Rafif. Mbak Wik (kakak saya yang lain) dan Mas Barry bergabung dengan kita di Gandaria City. Dan ternyata ponakan saya dari Jatibening pun datang lengkap. Bahagianya. Secara jarang-jarang sekarang kita bisa bertemu seperti ini.

Akhirnya agenda terakhir Rafif’s Homecoming adalah dengan mengajaknya menonton one of the most anticipated movies this year: Spiderman No Way Home.
Ya kalau Spiderman susah menemukan jalan ke rumahnya. Rafif Alhamdulillah sudah sampai kembali ke rumah. Homecoming.

