
Saya pikir dunia media sosial memang sinting. Di dalamnya kita suka bingung dengan definisi kebenaran (the truth). Kontestasi Pilpres contohnya. Tergantung Anda tanya sama siapa, definisi siapa yang lebih benar di medsos, cebong apa kampret, pasti berbeda jawaban.
Lalu riuh rendah vlog viral YouTuber Rius yang mengkritik Garuda. Kritik kok dianggap pencemaran nama baik. Tapi di lain pihak, ini kebanggaan negara kok kamu jelek-jelekkan dek. Sing endi sing bener?
Tapi malam ini, itu semua kok saya rasa tidak ada apa-apanya dengan rating film Lion King di media sosial.
Menurut saya, Disney sudah sangat berhasil mereproduksi film animasi epik di tahun 90an ini. Karakter Mufasa, Scar, Simba, sampai Pumba dan Timon berhasil di-FaceApp-kan (baca: digitally recreated) kan menjadi lebih nyata.
Jalan ceritanya memang tidak berubah sama sekali dari versi asal. Begitu pun sound track-nya yang masih kental dengan repertoire klasik masa lalu. Circle of Life. I Can’t Wait to be King. Can You Feel the Love Tonight. Hakuna Matata. You name it.
Tapi justru itu semua yang membuat saya gembira bernostalgia. Beberapa kali kaki dan kepala saya bergerak mengikuti ritem. Menyenandungkan lagu yang tanpa sadar sudah terekam dalam. Bapak di sebelah saya mungkin berpikir, “ini Bapak hepi amat. Apa karena lagi nganggur ya?”
Untung dia gak melihat saya saat lagu “Can you fee the love tonight” dilantunkan. Dalam adegan Simba dan Nala bertemu di alam indah Pumba dan Timon. Air mata saya menitik. Entah karena keindahan gambar, jerat nostalgia, atau karena suara cantik Beyonce? Gak tau. Tapi dahsyat, man.
Nah, kembali ke laptop. Film sebagus ini, secanggih ini, kok rating-nya jelek di media sosial!
Saat tulisan ini saya buat, user IMDB hanya menilai 6.7 dari 10. Rotten Tomatoes skornya 56%. Dan average Metacritic 57%!
Sinting kan?
Sudah sana nonton! Dan kasih tahu saya, saya atau mereka yang sinting!
