
Acara bersepeda saya yang terakhir di “Liburan Sendirian” di Inggris ditutup dengan manis. Perjalanan menyusuri alam desa dan kanal bersejarah di daerah Cheshire. Kali ini saya berkendara dengan Dono Widiatmoko, teman lama saya yang tinggal di Manchester. Hazel Grove, tepatnya.
Dono juga seorang Bromptoners. Lebih dulu dari saya malah. Dia beli sepedanya lewat eBay di sini. Dan dapat Brompton yang masih model klasik. Frame number nya masih nomor kecil.
Sejak saya merencanakan liburan ini di Jakarta, kita sudah janjian mau gowes bareng. Dan Dono sudah merancang rute hari ini.
Rutenya adalah dari Buxton ke Hazel Grove. Melalui kanal sejarah “Peak Forest” dan berbagai jenis jalan serta elevasi. Aspal, gravel, off-road, sampai jalan setapak yang tidak bisa dilalui sepeda. Hahaha, asyik.
Jam 9.30 pagi kita berangkat dari stasiun kereta Hazel Grove menuju Buxton. Perjalanan sekitar 20 menit dengan kereta.


Buxton adalah kota kecil yang memiliki sumber mata air pegunungan alami. Dulunya kota ini menjadi salah satu tempat pemandian warga Inggris. Selain kota “Bath”, yang menjadi asal muasal istilah mandi: “take a bath“. Tak lupa kami menjajal air gunung yang memancur sejak lama di dekat stasiun. Airnya segar, walau cenderung hangat. Efek musim panas.

Kami keluar dari kota Buxton dan segera masuk ke National Bicycle Trail. Menyusuri jalan mendaki yang kiri kanannya padang rumput dan biri-biri. Khas pedesaan Inggris.
Tapi ternyata “bicycle” yang dimaksud di dalam trail ini mungkin bukan sepeda kota seperti Brompton. Karena di jalur pendakian, jalannya berubah menjadi off-road. Penuh batu-batu besar. Santapan sepeda MTB. Bukan roda 16 inci seperti Brompton. Jadilah kita kemudian menuntun sepeda sambil mendaki. Untung pemandangan indah dan angin summer-nya sejuk. Jadi hati tetap senang.



Dono pun menghibur, “tenang setelah ini jalanannya turun terus”
Dan benar adanya. Setelah puncak bukit, jalanan melandai. Brompton tanpa dikayuh meluncur kencang di jalanan yang kembali beraspal. Ditambah dengan pemandangan alam yang indah di kiri kanan. Nikmat.
Sampailah kita ke jalur kanal bersejarah. Dono bercerita kanal ini dibangun di jaman revolusi industri di Inggris. Tahun 1800-an. Infrastruktur transportasi untuk mengangkut barang-barang berat. Seperti bahan bangunan, hasil tani, sampai batu bara. Di kanal akan diapungkan kapal yang bergerak ditarik kuda. Oleh karenanya sepanjang sisi kanal terdapat jalan kecil untuk kuda berjalan. Jalan kecil inilah yang kita gunakan untuk menelusuri sepanjang kanal.



Kanal menyusuri alam desa melewati desa dan kota-kota kecil di daerah Cheshire. Ujungnya sampai ke kota Liverpool. Cukup menarik mengamati kehidupan warga Inggris di sini. Mereka umumnya ramah, selalu menyapa saat berpapasan. Kegemarannya berjalan kali bersama keluarga. Entah berapa jarak jauhnya.
Warga lokal juga gemar berlibur di kapal khusus kanal yang pipih dan panjang. Menyusuri kanal sambil berhari-hari tidur di kapal tersebut. Sepanjang kanal bisa ditemukan mereka mendayung kano atau memancing. Sambil tak lupa berjemur di terik matahari musim panas yang jarang mereka dapatkan.


Di kota kecil Marple kita sempat melihat Canal Locks bekerja. Ini adalah mekanisme membuka tutup dua pintu kanal untuk menaikkan tinggi air, sehingga kapal bisa secara bertahap naik ke kanal yang memiliki elevasi berbeda. Mekanisme yang persis sama dengan yang ada di terusan Panama atau Suez. Hanya jauh lebih kecil. Saya sempat ikut merasakan menutup Locks, diberi kesempatan oleh turis lokal yang sedang berlibur di atas kapal.


Akhirnya kita harus berpisah dari jalur sepanjang kanal. Kembali mencari jalan ke Hazel Grove. Melewati Lyme Park untuk mengunjungi tempat Fakhri, anak Dono yang sedang bekerja part time di sini. Lyme Park adalah sebuah taman besar yang tadinya dimiliki oleh seorang bangsawan kaya di Inggris. Namun karena kesulitan untuk merawat, maka taman diserahkan kepada yayasan Lyme untuk dikelola. Kini dibuka untuk publik sebagai taman wisata. Di sini kami menyempatkan untuk istirahat, makan siang sedikit dan tentu saja ngopi.


Dituntun oleh Google Map, kita sempat agak tersesat. Jalan yang kita temui bukan jalan sepeda. Di dalam hutan, sepeda hanya bisa kita tuntun dan gendong. Sampai di jalanan yang kembali beraspal malah sepeda Dono terkena musibah. Duri menancap di ban depan dan membuatnya bocor. Alhasil kita harus menambal ban dulu. Untuk Dono peralatan survival kit nya lengkap. Dan juga mampu menambal ban sendiri. Jadi reminder buat saya dan goweser Jakarta lain, yang mungkin tidak siap sedia dengan kejadian seperti ini. Karena di Jakarta kalau ada apa-apa, tinggal lipat sepeda dan panggil taksi. Hehehe.

Sesaat kemudian kita back on the road, dan melewati areal perumahan untuk kembali ke Hazel Grove. Sampai di rumah pukul 05.30 sore. 8 jam petualangan. Tracker saya mencatat 42.5 km perjalanan sepeda, walaupun milik Dono berpendapat 49.5 km. Anyway, it doesn’t matter, karena pengalamannya sama. Sama-sama asyik. Apalagi hari kemudian ditutup dengan hidangan barbeque di pekarangan belakang yang sudah disiapkan Mbak Lusi, istri Dono. Alhamdulillah.


Terima kasih Dono untuk gowes penutup liburan ini yang sangat mengesankan.
Untuk melihat perjalanan epik ini, saksikan di vlog saya berikut:
Udara dingin menjadi tempat fav untuk sepedaan. Kira kira kemringet gak om
Keringetan, kan summer. Matahari terik bersinar. walaupun ketolong sama angin yang mayan dingin jadi gak terlalu gemobyos ☺️
Klo disini gembrobyos banget..Salam kenal om dari Solo heheh
Salam juga