
Pekik membahana. Sorak sorai bergemuruh. Lagu wajib supporter Manchester United dinyanyikan seluruh stadion.
Tertinggal 0-1 dari Crystal Palace, Manchester United mendapatkan penalti setelah Scott McTominay diganjal di kotak.
Marcus Rashford dengan yakin mengambil bola dan meletakkan di titik penalti. Dalam hati saya berpikir, “bagus bukan Pogba. Pasti masuk nih”.

Saya pun siap mengabadikan momen spesial ini. HP di tangan kiri, GoPro di tangan kanan. Rashford menendang kencang ke sudut kiri gawang Crystal Palace. Persis seperti saat membobol gawang Chelsea dua minggu lalu.
Hanya saja kali ini agak sedikit ke kanan. Bola kencang kena tiang, dan memantul melewati gawang. Tidak masuk!
Dengkul saya lemas. Setelah Pogba gagal menuntaskan penalti minggu lalu, kali ini Rashford yang bernasib sama. Sial. Tragis. Saya sontak terduduk, sambil mendengar sumpah serapah penonton di Stretford End.
Stretford End adalah tribun legendaris di Old Trafford. Tribun yang terletak di sebelah timur Old Trafford ini bukan yang paling mahal. Bukan yang paling menunjukkan sisi pandang terbaik di stadion. Tapi tribun ini adalah tempat season ticket holders Manchester United berkumpul. Mereka yang menonton dan mendukung tim Setan Merah hampir setiap minggu. Mereka yang selalu menyanyikan lagu supporter dan menyemangati tim tak peduli kalah atau menang.
Saya sengaja mencari tiket untuk duduk di tribun ini. Untuk merasakan gairah semangat para fans sejati Manchester United. 6 tahun yang lalu saya pernah menonton tim favorit saya ini di Wembley. Saat pertandingan Community Shield melawan Wigan. Duduk di antara penonton yang mayoritas juga turis, saya iri melihat satu section stadion Wembley yang dengan semangat menyuarakan football chants and songs khas United. Kontras dengan bagian tempat duduk saya yang “tanpa atmosfir”. Bahkan sebagian tidak ikut menyaksikan pertandingan, dan tenggelam dengan HP nya masing-masing.
“Next time I watch United, I want to be part of them”, demikian tekad saya waktu itu.
Melalui layanan footballticket.net, saya mendapatkan tiket terusan yang “dipinjamkan” oleh salah seorang season ticket holder. Tiket tersebut dikirimkan ke hotel dengan selembar kertas yang berisikan instruksi untuk masuk ke Stretford End. Sebetulnya “peminjaman” tiket seperti ini tidak diperbolehkan. Tapi saya tidak bisa menyalahkan pemegang tiket terusan yang mendapatkan penghasilan dengan meminjamkan tiketnya. Toh tidak setiap minggu dia bisa menonton. Dan juga saya pikir berpahala untuk memberikan kesempatan bagi fans dari luar negeri seperti saya untuk merasakan atmosfir di Stretford End.

Saya masuk Stretford End sekitar 20 menit sebelum kick off. Tribun sudah penuh sesak. Saya dapat di baris paling atas. Paling belakang. Walau demikian, terus terang sudut pandang untuk menyaksikan seluruh jalannya pertandingan pun masih bagus. Tidak terlalu kecil.
Dari awal pertandingan, Manchester United terlihat kurang tinggi intensitas menyerangnya. Berbeda dengan saat melawan Chelsea. Mungkin juga karena Crystal Palace cukup bahagia dengan bertahan di area pertahanan mereka, jadi pemain United terlihat bingung untuk mulai menyerang. Hampir tak ada ruang. Akibatnya operan-operan banyak dilakukan menyamping. Tidak menusuk.
Sampai datanglah malapetaka itu. Pada menit 31 United kebobolan. It’s a Route 1 goal. Kiper Palace menendang bola jauh ke depan. Lindelof, bek United, kalah dalam duel udara dengan Wilfried Zaha. Bola pun tersundul ke depan, tepat ke arah Ayew yang berlari sendirian di depan meninggalkan Maguire. Sekali kontrol, dengan tenangnya Ayew melesakkan bola ke sisi kanan De Gea.
Stretford End mendadak hening. Setelah selama 30 menit semangat terpompa dengan lagu demi lagu nyanyian semangat, keheningan tersebut terasa memekakkan telinga. The silence is deafening, istilah Bahasa Inggris-nya.

Memang semenit kemudian, Stretford End kembali bernyanyi. Dan inilah memang kekuatan tribun ini. The 12th man of Manchester United. Tidak jarang Anda membaca tulisan jurnalis Inggris yang menuliskan, “Stretford End lends the extra energy to the team”. Karena itu yang biasanya terjadi. Salah satu tradisi Manchester United adalah gawang lawan berada di sisi Stretford End pada babak kedua. Dengan ini, pemain bertahan lawan akan terintimidasi. Penyerang United akan lebih termotivasi untuk menyerang. Sampai detik-detik akhir pertandingan. Remember Fergie’s time?
Well yes. That was long bygone.
Saat Daniel James menciptakan gol indah di menit 88, suasana Stretford End pecah. Saya pun larut dalam teriakan kegembiraan. Waktu tinggal 2 menit plus 5 menit injury time. Keyakinan kalau kita akan mendapatkan tiga poin membuncah.
Apa daya, sekali lagi Stretford End terasa hening. Di saat Setan Merah asyik menyerang di babak injury time, Paul Pogba kehilangan bola di lapangan tengah. Bola segera disodorkan ke Wilfried Zaha yang berlari cepat menusuk kotak penalti. Wan Bissaka memang sempat menghalau bola darinya, namun hanya untuk jatuh ke kaki Aanholt yang ikut mendukung serangan. Tendangan kaki kirinya ke tiang dekat David De Gea tidak dapat ditepis sempurna. Gol! United pun kembali tertinggal. Keheningan yang memekakkan telinga kembali terasa.
Saat itulah kita tahu we lost the game. Sebetulnya masih ada 1 menit waktu, tapi kita sadar it’s not our day. Sebagian Stretford End bergegas meninggalkan stadion sebelum peluit panjang dibunyikan. Sebagian lagi tetap bertahan di stadion sampai akhir pertandingan. Saya yang duduk paling belakang, memutuskan untuk mengamati.
Hebatnya, yang masih tetap bertahan tetap bertepuk memberikan aplaus kepada pemain. Bahkan saat Paul Pogba mau masuk ke dalam ruang ganti pun, Stretford End memberikan tepuk tangan paling meriah kepadanya. Mungkin dalam upaya mendukung di tengah hujatan bernada rasisme gara-gara gagal penalti minggu lalu.
Dan memang begitulah seharusnya. Sebagai fans klub sepakbola, Anda harus menerima realita hasil pertandingan. Hari ini mungkin tim Anda kalah. Hari ini mungkin pemain Anda melakukan kesalahan. Tapi itu adalah parts and parcel of football. It’s sports, we just have to accept it.
Stretford End memberikan contoh terbaik untuk itu. Hening sesaat, tapi tidak berhenti menyemangati. Boleh sumpah serapah, tapi tetap mendukung. Apapun yang terjadi, minggu depan Stretford End akan tetap bernyanyi.
Dan saya pun tetap mensyukuri anugerah luar biasa untuk dapat bergabung dengan Stretford End. Semoga lain kali dapat kembali lagi ke sini. With a bit better result. Three points, no less.
Glory glory Man United! Glory glory Man United! And the Reds goes marching on.. on.. on!

