
Mungkin buat teman-teman Mas Oyi yang baru mengenal Mas Oyi beberapa tahun belakangan ini, tidak ada yang menyangka kalau sebelum jadi Ustad, Mas Oyi ini dulunya anak band. Band rock/metal lagi.
Sewaktu kuliah dulu Mas Oyi rambutnya gondrong. Di Semarang, di sela-sela kesibukan kuliah di Undip, Mas Oyi adalah keyboardist grup rock professional. Namanya Icarus.
Icarus ini diambil dari nama lagu dari gitaris metal kenamaan, Yngwie Malmsteen. Memang band ini adalah cover band nya grup gitaris asalSwedia tersebut. Mungkin memang saat itu suasana musik di kota Semarang masih keranjingan Yngwie. Karena di tahun 1990, Yngwie barusan konser di Jakarta dan Solo.
Saya ingat sewaktu setahun kuliah di Undip tahun 1991-1992, sering diajak Mas Oyi jadi roadies Icarus. Dari latihan di studio sampai ikut pas konser. Jadi bisa lihat dari dekat suasana backstage dari sebuah pertunjukan musik. Yang paling saya ingat pas Icarus jadi band pembuka untuk konser Dewa 19 di Semarang. Konsernya di stadion Tri Lomba Juang Semarang. Yang datang ribuan orang. Dan Icarus cukup berhasil memanaskan suasana sebelum Ahmad Dhani dan Ari Lasso manggung. “Hebat juga nih Mas Oyi”, begitu gumamku saat bergabung dengan ribuan penonton menikmati pertunjukan.

Mas Oyi memang berbakat pada alat musik. Dari mulai keyboard, gitar, drums dia bisa semua. Tapi walaupun bisa semua, instrumen pertama yang Mas Oyi kuasai memang keyboard. Dulu di Bontang saat Mama beli organ elektrik, Mas Oyi tanpa bimbingan guru sudah jadi yang paling mahir. Saat lulus UMPTN dan diterima di Undip, Mama membelikan keyboard Yamaha elektrik yang begitu Mas Oyi banggakan. Saat aku liburan ke Semarang menengok Mas Oyi, dia pamerkan tuh kelihaian jemarinya memainkan segala musik. Dari “Right Here Waiting”-nya Richard Marx sampai “Menjilat Matahari” nya God Bless. Aku cuman bisa terpukau. Gak heran Mas Oyi kemudian jadi anak band professional.

Mas Oyi ini juga yang memperkenalkanku dengan musik rock. Waktu kita masih di bangku SMP, Mas Oyi mulai menggemari band-band rock luar negerti. Dari koleksinya lah selera musikku terbentuk. Yang aku ingat, album Van Halen “5150” merupakan album rock pertama yang aku gemari. Dari situ aku jadi fans musik rock di era “Hair Metal” yang masih berlanjut sampai sekarang.
Di Bontang kita tidur sekamar berdua. Dinding kamar penuh dengan poster band-band rock kenamaan. Mulai dari Van Halen, Motley Crue, WASP, Judas Priest sampai Twisted Sister. Hanya ada satu poster Chintami Atmanegara yang “nyeleneh” ditempel Mas Oyi di situ. Kalau aku ingatkan soal poster itu, Mas Oyi setengah nggak mau ngaku, “hah aib itu”. Hehehe.

Di kamar itu kita sering dengerin musik bareng. Karena tape compo nya kan cuman satu, koleksi kasetnya ya disimpan barengan. Mas Oyi yang lebih sering beli kaset ke Toko Aladin. Tempatnya di Berbas, daerah di luar kompleks PT Badak Bontang. Mas Oyi sering pergi ke sana dengan teman-temannya naik motor. Aku kadang-kadang saja kalau pas diajak Papa ke Berbas.
Nah masalah muncul pada saat Mas Oyi lulus SMA dan harus meninggalkan Bontang. Dia pergi ke Semarang membawa 90% dari koleksi kaset kita. Kalau aku ingat aku cuman disisain sekitar 10 kaset. Karena ya cuman kaset itu yang aku beli sendiri. Nasib, aku harus beli lagi beberapa kaset yang dibawa Mas Oyi.
Nggak cuman sebatas dengerin musik rock, Mas Oyi juga yang pertama mengajak aku nonton konser musik.
Aku ingat konser musik rock pertama yang kita tonton adalah God Bless. Nontonnya di GOR Simpang Lima Semarang. Nonton bareng diantar oom dan sepupu. Karena tahun 1986 itu kan kita masih SMP. Di jaman album “Semut Hitam”.
Saat Mas Oyi kuliah juga aku pernah diajak nonton konser Yngwie di Stadion Manahan Solo. Pas sedang liburan sekolah di Semarang, kita naik mobil ke Solo. Di sana kita menginap semalam di rumah teman kuliah Mas Oyi di Undip.
Tapi yang paling mengesankan adalah saat aku dan Mas Oyi nonton konser Metallica di Lebak Bulus tahun 1993.
Saat itu Metallica sedang di puncak kejayaannya. “Black Album” nya dengan hits “Enter Sandman” bercokol di puncak tangga lagu dunia. Kabar Metallica datang ke Indonesia disambut gegap gempita oleh fans rock Indonesia. Termasuk saya dan Mas Oyi. Yang berhasil merayu Mama untuk membelikan 2 tiket festival seharga Rp 75.000 per orang saat itu.
Konser berlangsung sangat meriah. Terlalu meriah bahkan. Karena banyak penonton yang tidak bisa masuk ke stadion. Harga tiket memang relatif mahal di jaman itu. Akibatnya yang tidak bisa masuk ke dalam stadion jadi merusuh. Kerusuhan meluas sampai area Pondok Indah. Mobil dicegati dan dibakar.
Kita yang di dalam stadion tidak menyadari apa yang terjadi di luar. Tapi dari dalam kita sempat mendengar ledakan dan semburat bias api kebakaran di balik dinding stadion. Benar saja, saat kita keluar stadion seusai konser, kondisi porak poranda. Gardu polisi dan panitia rata dengan tanah. Situasi mencekam. Tentara menangkapi para perusuh.
Masalahnya rumah kita saat itu di Bekasi. Malam itu kita rencana pulang naik taksi. Apa daya dengan kerusuhan tidak ada taksi atau kendaraan umum lain yang bisa lewat sekitar stadion. Sementara tentara mulai mengusiri para penonton yang baru keluar area stadion. Jadilah saya dan Mas Oyi harus berjalan kaki dari Lebak Bulus sampai perempatan Cilandak.
Saat itu Jalan TB Simatupang masih kosong. Hanya 2 lajur jalan mobil yang ada. Suasana seperti habis perang. Ditambah dengan tentara yang sebal dengan para perusuh. Karena kita berdua berrambut gondrong, mereka mungkin merasa kita berdua bagian dari perusuh. Jadilah kita berdua didorong dan ditendang. “Sana cepat jalan!” Hahaha.
Saya ingat letih sekali jalan malam itu. Ada sih beberapa taksi yang lewat. Tapi mereka tidak menghiraukan lambaian tangan kami. Iya lah, siapa yang menjamin kalau dua pemuda gondrong ini bukan perusuh? Hahaha.
Akhirnya kita kemudian sampai di Apotik Ratna di perempatan Cilandak tersebut. Setelah menelpon rumah Bekasi mengabari kita akan terlambat, kita kemudian tidur di emperan Apotik. Baru subuh kita bangun dan mendapatkan taksi kembali ke Bekasi. Siapa sangka, 15 tahun kemudian saya membeli rumah di daerah ini yang saya tinggali sampai sekarang.
Thanks for the music brother. Thanks for the adventure we had together.
Long live rock n roll. Long live your legacy.
Tulisan ini ada serial tulisan kenangan saya bersama Almarhum Mas Oyi