Keprihatinan terhadap bangsa ini semakin menjadi saat memperhatikan perilaku dan (mungkin yang utama) paradigma dari wakil rakyat kita di Dewan Perwakilan Rakyat. Alih-alih memperlihatkan keprihatinan dengan tindakan yang konkret, usulan kenaikan pendapatan yang disetujui oleh semua fraksi menjadi ruang terbuka penilaian persepsi publik terhadap komitmen mereka terhadap bangsa ini.

Tanpa bermaksud membenarkan, usulan pemberian bonus kepada Direksi PLN beberapa saat yang lalu dipertanyakan oleh pemerintah dan anggota DPR sendiri. Di saat kondisi perusahaan sedang minus, apakah wajar Direksi diberikan bonus? Kondisi sama mungkin perlu dipertanyakan, pada saat kondisi anggaran pemerintah sedang krisis saat ini, apakah kenaikan pendapatan wakil rakyat juga lebih pantas?
Masalahnya terkesan tak ada yang bisa mem-veto dukungan semua fraksi. Siapa yang mengawasi DPR?
Secara teori sih: rakyat. Melalui media massa, melalui demonstrasi
Tapi upaya ini tidak akan efektif, kalau DPR tidak memiliki telinga hati. Akhirnya rakyat cuman harus mengingat, bahwa satu-satunya cara legal untuk memberikan “sanksi” terhadap perilaku anggota DPR adalah hanya melalui pemilihan umum. Hanya saja terlalu sulit untuk menilai satu persatu wakil rakyat mana yang memperjuangkan kepentingan rakyat, mana yang memperjuangkan kepentingannya sendiri; sehingga rakyat mampu membuat informed decision dalam pemilu nanti. Dan itu baru beberapa tahun dari sekarang. Lalu siapa yang saat ini bisa mengawasi dan mengingatkan mereka?
Akhirnya, DPR harus memiliki self-control mechanism. Pimpinan DPR harus memiliki jiwa sensitivitas yang tinggi, untuk memperhatikan perilaku anggotanya dan DPR selak institusinya untuk tidak melenceng dari khittah rakyat. Kendati DPR tidak memiliki Komisaris, tidak diawasi oleh Bapepam, tidak berada di bawah “Badan Pengawas, dan tidak memiliki “DPR” untuk mereka sendiri, bukan berarti DPR bisa membuat keputusan lembaga yang hanya mengakomodasi aspirasi dari anggotanya, dan justru bertentangan dengan amanah rakyat yang diwakilinya.
Sorry, back to “idealist” mood nih.. 🙂