Kalau ada tanda-tanda dari ‘Sepakbola Balik Kandang’ (terjemahan bebas dari “Football is Coming Home”), mungkin tadi malam kejadiannya.
Untuk pertama kali dalam sejarah, Inggris berhasil menang dalam drama adu penalti di Piala Dunia. Hebatnya, hal ini dicapai dibawah asuhan Gareth Southgate, pelatih timnas Inggris yang seakan-akan menghapus mimpi buruknya sebagai pecundang penalti.
22 tahun lalu slogan “Football is Coming Home” terdengar lantang di Inggris Raya. Pada pergelaran Piala Eropa di tahun 1996, Inggris menjadi tuan rumah. Ini kali pertama Inggris kembali menjadi tuan rumah turnamen sepakbola utama setelah tahun 1966. Dan kita tahun semua, di tahun 1966 tersebut, Inggris merebut gelar Juara Dunia mreka yang satu-satunya.
Pada saat itu, tim nasional Inggris yang dimotori oleh Paul Gascoigne, Tony Adams dan Alan Shearer digadang-gadang untuk mengulang sejarah. Mengembalikan kejayaan mereka 30 tahun silam. Mengembalikan harkat Inggris sebagai negara pencipta sepakbola. Saatnya balik kandang.
Partai demi partai di babak penyisihan awal dengan mulus dijalani. Di perempatfinal Inggris dihadang oleh Spanyol. Pertarungan di waktu normal berakhir tanpa gol. Akhirnya adu tendangan penalti yang dimenangkan oleh Inggris 4-2. Harapan semakin memuncak, balik kandang semakin dekat.
Sampai akhirnya di partai semifinal telah menunggu rival historis bangsa Inggris: Jerman.

Di partai inilah Southgate mendapatkan gelarnya. Saat pertandingan berakhir seri dan harus diakhiri dengan adu penalti, Southgate sebagai penendang penalti terakhir tim Inggris gagal melesakkan tendangannya. Sejenak kemudian, Andreas Moller sukses mengeksekusi penalti dan membawa Jerman lolos ke final, dan akhirnya tampil sebagai juara. Gagal mengembalikan sepakbola ke kandang sudah menyakitkan. Apalagi menyaksikan Jerman yang menjuarainya di Wembley. Sakit hati bangsa Inggris sangat membekas.
Karenanya, sebagai pemain muda yang baru memiliki 5 caps saat itu, Southgate harus menerima kenyataan menjadi kambing hitam. Ia dihujat sebagai pecundang. Dianggap sebagai salah satu penyebab kegagalan “Football is Coming Home“. Kejadian ini begitu menyakitkan sampai Southgate, dalam autobiografinya, menyebutkan kenangan itu tidak akan pernah benar-benar sirna dalam hidupnya.
Namun mungkin saja hal tersebut ditulis, karena Southgate tidak membayangkan apa yang terjadi tadi malam.
Tim Inggris asuhannya menghapus sejarah buruk di adu penalti Piala Dunia dengan mengalahkan Kolombia. Padahal kalau menyaksikan jalannya pertandingan, sebagai penggemar tim Inggris yang sudah hafal dengan nasib Inggris kandas di adu penalti, saya sudah merasakan deja vu. “Oh not again”
Unggul terlebih dahulu melalui gol penalti Harry Kane di awal Babak II, Inggris harus merelakan kemenangan yang sudah di depan mata hilang. Kolombia berhasil menyamakan kedudukan melalui tandukan Mina di waktu injury time.
Momentum seketika berbalik. Di masa perpanjangan waktu, bau kekalahan mulai menusuk. Pasukan muda Inggris, entah karena mental jatuh akibat kebobolan di menit akhir, atau karena kelelahan akibat musim Liga Premier yang panjang, menjadi serba salah. Permainan jadi kacau. Gaya trengginas di awal turnamen sama sekali tidak terlihat. Kolombia berada di atas angin, bermain penuh semangat. Gol kemenangan pasukan kuning ini menjadi terasa semakin dekat.
Tapi ternyata sampai akhir masa perpanjangan waktu Kolombia tidak bisa membobol gawang Inggris. Saat peluit panjang dibuntikan, saya sudah pasrah. Mengingat rekam jejak Inggris, saya juga tidak menginginkan adu penalti. This is all the same situation that we’re familiar with. Saya tulis di Twitter:
Ternyata dugaan saya benar adanya. Harry Kane dan Marcus Rashford yang menjadi penendang penalti pertama dan kedua untuk Inggris dapat melakukan tugasnya dengan baik. Begitu pula dengan Falcao dan Cuadrado dari Kolombia.
Sampai kemudian dengan tendangan Jordan Henderson, penendang ketiga timnas Inggris. Walaupun menendang dengan baik ke pojok gawang, tendangan Hendo berhasil ditebak dan diblok oleh Ospina. Gagal!
Sudah deh bener kan, selesai sudah.
Namun apa yang terjadi kemudian memang seperti keajaiban. Entah kenapa tendang Mateus Uribe, penendang keempat Kolombia mengenai mistar atas dan membal menjauhi gawang. Dan Jordan Pickford, kiper muda dari klub Everton, berhasil menggagalkan tendangan Carlos Bacca sebagai penendang kelima. Out of script. Saya sempat tidak percaya saat komentator mengatakan bahwa jika Eric Dier memasukkan tendangan penalti yang kelima, maka Inggris akan lolos ke perempatfinal. Saya sampai harus cek infografik di TV dan smartphone saya untuk memastikan.
Eh bener, kalau ini masuk, Inggris lolos.
Dan itulah yang terjadi. Walau tendangannya tidak sekeras Hendo, dan tidak terlalu mengarah ke pojok, tendangan Eric Dier sangat rendah, sehingga tidak terjangkau oleh tangan Ospina yang sudah menebak secara jitu. Masuk! Inggris menyingkirkan Kolombia!
Saya cuman bisa teriak-teriak sendirian.
Senang, karena berarti tim favorit saya ini mencapai target yang saya canangkan dari awal turnamen: perempatfinal.
Senang, karena skenario timnas Inggris dan saya “aplusan” tidak kejadian. Tragis juga kalau dipikir, saat saya besok mendarat di Russia, tim favorit saya malah angkat koper.

Alhamdulillah Inggris masih memperpanjang nafas di Russia.
Lawannya di perempat final adalah Swedia. Awalnya saya memprediksikan Inggris untuk bertemu Jerman atau Brazil di babak ini. Dan saya tahu, sejak 1982, either Jerman atau Brazil tidak pernah absen dari partai semifinal Piala Dunia. Jadi saya tidak prediksi muluk-muluk: perempatfinal cukup.
Nah terus terang dengan banyaknya kejutan di Piala Dunia ini memang jadi merubah peta percaturan. Swedia memang bukan lawan yang mudah bagi Inggris di turnamen penting (kebanyakan seri). Namun Swedia bukan lah tim yang memiliki tradisi kuat di Piala Dunia seperti Jerman ataupun Brazil. Apalagi dengan keberhasilan Inggris mematahkan tradisi selalu kalah adu penalti di Piala Dunia, semuanya terasa mungkin.
Tapi tentunya Southgate punya banyak PR untuk mengembalikan kepercayaan diri dan permainan rancak ala tim muda Inggris yang ditunjukkan sepanjang babak kualifikasi dan babak awal grup. Delle Ali jauh dari permainan terbaiknya di Piala Dunia ini. Raheem Sterling juga kurang bisa menusuk barisan pertahanan lawan seperti saat ia di Manchester City. Barisan back three Inggris juga jadi satu titik lemah, terutama pada sosok Kyle Walker, yang notabene memang bukan bek tengah.
Apabila Southgate dapat menemukan jawaban dari permasalahan ini, tampaknya tiket semifinal dapat diraih. Apalagi Inggris memiliki sosok protagonis di Harry Kane yang seperti dilahirkan untuk selalu mencetak gol, walaupun tidak sedang bermain baik. Dengan 6 gol nya sementara ini, Kane berpeluang besar untuk menjadi top skor Piala Dunia 2018. Pencapaian yang akan menyamai prestasi Gary Lineker, striker legendaris Inggris di era 80an.
Namun tentunya Kane tidak hanya ingin menempatkan dirinya hanya sejajar dengan Lineker. Ia sadar, ia berpeluang untuk mencapai lebih dari itu. Seperti halnya Zinedine Zidane ataupun Maradona, Kane berpeluang menjadi kapten negara yang mampu membawa negaranya menjuarai trophy paling bergengsi ini.
Kesempatan menjadi legenda Piala Dunia. Kesempatan membawa Sepakbola Balik ke Kandang!
Bisakah? Apapun hasilnya, Southgate telah mengembalikan rasa kebanggaan fans timnas Inggris terhadap Three Lions. Rating televisi di Inggris menunjukkan puncak tertinggi selama penyelenggaraan Piala Dunia. Semakin banyak yang berani menjagokan Inggris akan melangkah lebih jauh dari perempatfinal. Dan bahkan, judging from my twitter timeline last night, fans Manchester United dan Liverpool pun berdamai, saling memberikan semangat, bersatu untuk membela tim Inggris. Tweet saya yang agak “membela” kegagalan Henderson, kapten Liverpool, mendapatkan banyak sambutan positif dari netizen sepakbola Inggris. Kalau melihat begini, bagi saya sih, sepakbola sudah balik kandang!
Sementara, itu saya mohon pamit. Saya akan berangkat malam ini, bergabung bersama dengan para penggila bola dunia di Russia. Doakan agar saya bisa terus menulis, melaporkan secara langsung suasana pesta bola dunia empat tahunan ini. Stay tuned!
Have a great trip to Russia bro, semoga bisa melihat Inggris berlaga langsung di sana, di perebutan piala arwah, hahahaha.
Nice writing though, termasuk memori indah jagoan gw Oliver Bierhoff dgn golden goalnya di Inggris, eaaaa..
Thank you brother. Aku sih sudah lupa sama Bierhoff. Yang kuingat itu Moller berkacak pinggang sambil liat fans Inggris di tribun. Kampreeeett 😅