
Walau saya dulu pernah tinggal 5 tahun di Jogja, baru kali ini saya bersepeda di Jogja. Dulu, boro-boro. Selalu kesana kemari naik motor. Setelah bekerja, selalu menggunakan mobil.
Jadi setelah beberapa tahun belakangan ini menekuni hobi gowes, baru kali ini saya berkesempatan keliling kota Jogja naik sepeda. Apalagi baru selesai mendandani sepeda Brompton saya yang kedua, si “Batman“. Jadi tambah semangat membawanya jalan-jalan di kota nostalgia.
Saya berangkat dari hotel di Jalan Mangkubumi selepas subuh. Sebelum jam 5. Karena mulai jam 6 kawasan Malioboro dan sekitarnya ada car free day. Yang artinya akan berjubel orang-orang yang olah raga.
Jadi saya mulai mengayuh menuju Tugu Jogja. Salah satu icon kota Jogja. Langit masih agak gelap, namun tugu sudah (atau masih?) ramai dengan sekelompok orang foto-foto. Mensahkan kehadiran di kota Jogja.
Saya pun tidak ketinggalan. Walaupun lebih untuk foto si Batman dengan tugu Jogja.

Sebenernya tergoda untuk foto lebih banyak lagi. Namun untung saya sadar kalau masih banyak spot instagrammable di rute perjalanan depan.
Dan memang demikian adanya.
Jogja ternyata kota yang sangat menyenangkan untuk bersepeda. Lalu lintasnya cukup ramah untuk goweser. Jalur sepeda, walau tidak ada pembatas selain cat, cukup nyaman dipakai pesepeda. Mungkin karena traffic tidak sepadat Jakarta.
Dan sebagai kota yang sarat dengan peninggalan budaya dan sejarah, Jogja menawarkan sudut-sudut kota yang fotogenik. Mulai dari stasiun kereta yang bergaya Eropa, jalan mashyur Malioboro yang penuh dengan pernak pernik khas Jogja, dan daerah sekitar Keraton Jogja yang ternyata menjadi tujuan populer pesepeda Minggu pagi.






Rasanya mustahil untuk puas mengelilingi kawasan serta foto-foto dalam benteng keraton dan Malioboro. Anda bisa mblusuk masuk ke beberapa gang kecil dan menemukan artefak sejarah atau landmark kota yang unik, seperti pendopo, angkringan, gapura, atau mural. Saya bayangkan kalau turis asing pasti akan lebih terpikat. Saya saja yang notabene pernah jadi warga Jogja kagum dan terkejut melihat keanekaragaman budaya yang bisa ditemukan di sini.
Tapi akhirnya perut sudah minta diisi karena belum sarapan. Saya sudahi blusukan. Mumpung berada di seputaran Keraton, sepertinya kurang pas kalau saya melewatkan kesempatan sarapan khas Jogja di sini.
Jadilah saya mampir di deretan restoran gudeg di Jalan Wijilan. Sejenak kemudian saya sudah menikmati gudeg khas Jogja di warung gudeg Yu Djum. Dibarengi dengan teh manis panas, Alhamdulillah nikmat.

Sarapan Gudeg di Yu Djum

Berbekal energi Gudeg, saya semakin bersemangat melanjutkan perjalanan. Kali ini kembali menyusuri jalan historis Malioboro, dengan tujuan: kampus UGM Bulaksumur.
Ya tempat yang penuh kenangan bagi saya. Kampus yang banyak membawa perubahan hidup dan perilaku. Kampus dengan sejuta kenangan.
Sebentar kemudian Batman sudah sampai di kawasan Bulaksumur. Di Minggu pagi sekitaran kampus juga sudah penuh dengan orang-orang berolahraga. Tak mengurangi niat saya untuk selfie di kampus tercinta. Hahaha.



Lepas dari kampus, sebelum pulang ke hotel saya menyempatkan diri mampir ke daerah Pogung Baru. Di sinilah dulu saya indekos di jaman kuliah. Bersama teman-teman dari Bontang di rumah yang kita juluki “Wisma Gembira”. Di masa jayanya, rumah ini tak pernah sepi dari dentingan gitar dan gelak tawa para penghuni dan teman-teman yang menjadikannya sebagai tempat mangkal. Agak ironis jadi melihatnya sekarang sepi tak berpenghuni.

Akhirnya saya rasa blusukan saya pagi ini sudah cukup. Saya arahkan Batman kembali ke hotel di daerah Mangkubumi.
Tapi ternyata Jogja masih menyimpan satu tempat yang tak mungkin saya kunjungi kalau tidak bersepeda: Kali Code.
Saat lewat jembatan Kali Code lepas dari Bulaksumur, mata saya terantuk pada pemandangan kampung warna warni di Kali Code di bawah jembatan. Jalan setapak yang curam tidak menghalangi saya untuk menggendong Batman untuk turun ke bantaran kali. Untung sudah diet carbon dan titanium dia. Jadi agak lebih ringan. Haha.
Saya sudah lama mendengar mengenai Kali Code. Kampung di bantaran kali ini terkenal dengan kebersihannya. Warganya yang guyub bahu membahu menjadikan desanya bersih, rapi. Tidak seperti kampung bantaran kali kebanyakan di Indonesia yang terkesan kumuh, kotor, bau.


Ternyata pagi itu pun sedang ada bazaar kuliner warga Kampung Kali Code. Suasananya ramai. Anak-anak gembira berlarian di sepanjang bantaran. Para penduduk, dari ibu tua sampai remaja, membuka stall makanan dan minuman sepanjang kali. Mereka pun menyapa saya dengan ramah dan penuh senyum. Sepanjang jalan saya menuntun sepeda sambil melihat warna warni kampung yang asri, bersih dan berbudaya.
Suatu penemuan yang tak terduga saat bersepeda. Dan saya yakin kalau saya meneruskan bersepeda ke wilayah lain kota Jogja pasti saya akan menemukan banyak lagi hal unik di sini.
Ah, Jogja memang istimewa.

uwwwuuuh ngeriiik.. keren banget sepeda, foto dan liputannya. envy! baidewai, itu wisma gembira bikin nelangsa ngelihatnya, dulu jam tidur dimulai kalau matahari sudah terbit hahahaha
Thanks brother ☺️🙏👍
Bail fotos mas
Ha thanks.. i’m not sure what you meant, but I hope it was a compliment 🤣