
Saya tak akan pernah melupakan hari itu, sore hari di kamar kontrakan saya di bilangan Pogung Baru Yogyakarta, di pertengahan bulan Februari tahun 1996. Terbangun dari tidur siang, saya mendapati amplop tebal oranye di depan pintu kamar. Melirik ke asal negara perangko di ujung kanan atas, hati saya tercekat. Berita baik yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang: saya terpilih sebagai salah satu Singapore International Foundation Asean Visiting Student Fellow.
Di dalam konstelasi kehidupan mahasiswa di Universitas Gadjah Mada pada tahun tersebut, beasiswa “SIF”, demikian akrab dikenal, merupakan suatu beasiswa yang prestisius dan populer, terutama di kalangan aktivis organisasi kemahasiswaan. Karena tradisinya untuk memilih mahasiswa yang tidak hanya berprestasi akademik baik (sebagaimana layaknya program beasiswa lain), tapi juga berkiprah aktif di organisasi kemahasiswaan.
Beasiswa ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa terpilih untuk menjalani 1 semester penuh di Nanyang Technological University (NTU) ataupun National University of Singapore (NUS). Di dalam konsepnya, dalam waktu 1 semester tersebut, penerima beasiswa akan bermukim dan dikenalkan lebih jauh mengenai kehidupan negara Singapura. Menariknya, beasiswa ini tidak hanya diberikan untuk mahasiswa dari Indonesia, namun juga mahasiswa dari Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Saya terpilih sebagai 1 dari 3 mahasiswa wakil dari Universitas Gadjah Mada, dari total keseluruhan 11 mahasiswa Indonesia dari Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran dan Universitas Brawijaya.
Sebagai seorang anak yatim piatu yang mengandalkan honorarium sebagai asisten dosen untuk hidup, terpilihnya saya sebagai SIF Fellow membawa problematika tersendiri. Ini adalah kali pertama saya akan pergi ke luar negeri, dan karenanya saya belum memiliki paspor. Pada saat itu biaya pembuatan paspor tidak terjangkau untuk kantong saya yang pas-pasan. Beruntung, dengan memohon bantuan beberapa saudara ibu saya, saya akhirnya dapat memperoleh paspor dan siap berangkat ke Singapura.
Dalam perjalanannya, keikutsertaan saya dalam SIF Visiting Student Fellowship Program benar-benar menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan hidup saya. Di dalam program ini lah saya dapat menemukan pengalaman-pengalaman menarik yang membuka mata saya mengenai dunia di luar Indonesia dan Singapura secara khusus. Saya juga dapat bertemu dan bertukar wawasan dengan rekan-rekan mahasiswa cemerlang sesama penerima beasiswa SIF dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina. Singkat kata, kendati hanya berjalan kurang dari 6 bulan, program ini memberikan saya pengalaman dan teman baik yang akan selalu saya miliki seumur hidup. Berikut beberapa kisah singkat menarik sekitar pengalaman saya dalam 6 bulan yang luar biasa dalam hidup saya ini. Silahkan meng-klik link pada kisah singkat di bawah ini untuk membaca, enjoy!
5 Comments Add yours